Angin tambak mana lagi yang
terdustakan?
Saya berseru dalam hati ketika
sampai juga di tambak waktu itu, kami beristirahat di rumah pekerja tambak.
Anginnya sejuk sekali, enak sekali untuk menemani membaca buku.
Sesampai disana, naluri model saya memanggil untuk mengabadikan gambar di daerah tersebut. Dan
seperti inilah hasilnya, hanya bagus untuk koleksi pribadi. Hehe.
Saya suka sekali pohon yang meranggas ini
Keadaan sekitar tambak
Setiap saya ke suatu tempat yang
baru saya kunjungi, saya akan menyempatkan untuk mengabadikannya lewat foto,
terlebih ketika tempatnya memang indah. Ada saja yang dapat diceritakan suatu
tempat. Dan oleh karenya, saya juga ingin terus menerus membagi cerita. Sayapun
selalu menganggap hal semacam ini adalah traveling kecil-kecilan. Setiap kali
kita melakukan perjalan ke tempat baru (atapun tempat lama, selama kita
melakukan perjalanan) sudah terdaftar dalam istilah traveling yah, karena hidup
adalah perjalanan.
Kemarin adalah jadwal kami para
tenaga pendamping petambak garam untuk turun ke lapangan lagi karena Tim dari
Pusat-sebutan akrab yang sering diutarakan orang kantor- akan memeriksa tambak.
Kali ini kami ditemani oleh pengelola koperasi yang menangani masalah produksi
garam, namanya Ibu Sarah. Orangnya ramah dan enak diajak bertukar pikiran,
mungkin karena beliau selalu berjiwa muda. Takdir dia –bukan kebetulan- belum
menemukan pendamping hidup, mungkin karenanya obrolan kami sewaktu itu semakin
seru saja, karena yang kami perbincangkan mengenai masalah jodoh, berhubung
juga kami semua masih dalam status belum menikah. Jadilah topik selain menjadi
pendamping petambak, jadilah juga mengenai mencari dan memilih pendamping hidup
yang baik.
Begini katanya, “Menikah ataupun
tidak menikah, kita akan tetap menua dan kemampuan kita akan menghilang. Sisa
memilih, mau menunggu pasangan sampai kemampuan menghilang atau bersama
pasangan sampai tua.”
Tiba-tiba, teman saya yang lelaki
tertawa. Ibu Sarah pun melanjutkan kalimatnta, “Itu berlaku terutama untuk kaum
laki-laki, loh. Saya selalu heran kepada laki-laki yang tidak ingin menikah
jika usianya sudah mencukupi, padahal mereka memiliki hak yang lebih dalam
memilih dan mencari, sedangkan kita kaum perempuan hanya bisa menunggu. Walau
tidak menjadi masalah perempuan mencari, hanya saja kita terbiasa dalam hal
menunggu dan dijemput.”
Setelahnya, teman laki-laki saya
itu tersenyum simpul sambil mengangguk-angguk kecil. Mungkin akan merenungi
kata-kata Ibu Sarah tadi.
Beliau melanjutkan lagi, “Setiap
ditanya kapan ingin menikah, orang-orang yang merasa belum mapan pasti selalu
menjawab dengan nanti dulu, istri dan anak saya nanti mau makan apa, padahal
jawabannya mudah sekali, yaitu nasi, sayur dan lauk-pauknya. Mestinya mereka
berpikir bagaimana cara untuk memberi makan atau menafkahi keluarganya kelak.”
Sekali lagi, kami mengangguk
serempak, sambil tersenyum simpul. Sampai pada akhirnya, tamu yang kami
tunggu-tunggupun datang, dan mengakhiri obrolan seru kami.
Sebelum benar-benar berakhir, Ibu
Sarah berbisik. Kalau seandainya memang jodoh itu belum datang, yang harus kita
lakukan hanyalah bersabar.
Kalau saya pergi ke tempat baru pasti check-in path sama 4square. Foto2 mah udah pasti. Ini serius.
ReplyDeleteKayaknya memang harus yah, semacam mengabadikan :D
Delete