Friday, 27 September 2013

Semacam Traveling



Angin tambak mana lagi yang terdustakan?

Saya berseru dalam hati ketika sampai juga di tambak waktu itu, kami beristirahat di rumah pekerja tambak. Anginnya sejuk sekali, enak sekali untuk menemani membaca buku.

Sesampai disana, naluri model saya memanggil untuk mengabadikan gambar di daerah tersebut. Dan seperti inilah hasilnya, hanya bagus untuk koleksi pribadi. Hehe.



                         Saya suka sekali pohon yang meranggas ini



                                          Keadaan sekitar tambak

                        Dibelakang saya adalah gudang tempat penyimpanan garam


Setiap saya ke suatu tempat yang baru saya kunjungi, saya akan menyempatkan untuk mengabadikannya lewat foto, terlebih ketika tempatnya memang indah. Ada saja yang dapat diceritakan suatu tempat. Dan oleh karenya, saya juga ingin terus menerus membagi cerita. Sayapun selalu menganggap hal semacam ini adalah traveling kecil-kecilan. Setiap kali kita melakukan perjalan ke tempat baru (atapun tempat lama, selama kita melakukan perjalanan) sudah terdaftar dalam istilah traveling yah, karena hidup adalah perjalanan.

Kemarin adalah jadwal kami para tenaga pendamping petambak garam untuk turun ke lapangan lagi karena Tim dari Pusat-sebutan akrab yang sering diutarakan orang kantor- akan memeriksa tambak. Kali ini kami ditemani oleh pengelola koperasi yang menangani masalah produksi garam, namanya Ibu Sarah. Orangnya ramah dan enak diajak bertukar pikiran, mungkin karena beliau selalu berjiwa muda. Takdir dia –bukan kebetulan- belum menemukan pendamping hidup, mungkin karenanya obrolan kami sewaktu itu semakin seru saja, karena yang kami perbincangkan mengenai masalah jodoh, berhubung juga kami semua masih dalam status belum menikah. Jadilah topik selain menjadi pendamping petambak, jadilah juga mengenai mencari dan memilih pendamping hidup yang baik.

Begini katanya, “Menikah ataupun tidak menikah, kita akan tetap menua dan kemampuan kita akan menghilang. Sisa memilih, mau menunggu pasangan sampai kemampuan menghilang atau bersama pasangan sampai tua.”

Tiba-tiba, teman saya yang lelaki tertawa. Ibu Sarah pun melanjutkan kalimatnta, “Itu berlaku terutama untuk kaum laki-laki, loh. Saya selalu heran kepada laki-laki yang tidak ingin menikah jika usianya sudah mencukupi, padahal mereka memiliki hak yang lebih dalam memilih dan mencari, sedangkan kita kaum perempuan hanya bisa menunggu. Walau tidak menjadi masalah perempuan mencari, hanya saja kita terbiasa dalam hal menunggu dan dijemput.”

Setelahnya, teman laki-laki saya itu tersenyum simpul sambil mengangguk-angguk kecil. Mungkin akan merenungi kata-kata Ibu Sarah tadi.

Beliau melanjutkan lagi, “Setiap ditanya kapan ingin menikah, orang-orang yang merasa belum mapan pasti selalu menjawab dengan nanti dulu, istri dan anak saya nanti mau makan apa, padahal jawabannya mudah sekali, yaitu nasi, sayur dan lauk-pauknya. Mestinya mereka berpikir bagaimana cara untuk memberi makan atau menafkahi keluarganya kelak.”

Sekali lagi, kami mengangguk serempak, sambil tersenyum simpul. Sampai pada akhirnya, tamu yang kami tunggu-tunggupun datang, dan mengakhiri obrolan seru kami.

Sebelum benar-benar berakhir, Ibu Sarah berbisik. Kalau seandainya memang jodoh itu belum datang, yang harus kita lakukan hanyalah bersabar.

2 comments:

  1. Kalau saya pergi ke tempat baru pasti check-in path sama 4square. Foto2 mah udah pasti. Ini serius.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kayaknya memang harus yah, semacam mengabadikan :D

      Delete