Sebab semua hal bisa ditertawakan adalah bentuk lain
bersyukur dan selalu merasa bahagia. Tidak percaya? Sekiranya kalian bisa sesekali mencobanya.
Lalu bagaimana?
Saya mulai merasakan hal ini ketika saya dan teman-teman
saya melakukan tindakan konyol. Kami akan menuju ke Kantor Pos dan diantara
kami, tidak ada satupun yang menghapal jalan kesana. Alhasil, kami berjalan
kaki lumayan jauh ditengah terik panas matahari yang menuju sore. Jikalau
kalian tahu, matahari jelang kepulangannya mengeluarkan panas yang rasanya rada
aneh. Saat itu kami ingin menghantarkan berkas lamaran kerja, peluh dipelipis
kami mulai berjatuhan ke pipi setelah bersitegang melawan jahatnya matahari,
jam sudah menunjukkan bahwa setengah jam lagi kantor-kantor akan tutup,
tidakterkecuali kantor yang sedang kami tuju. Tetapi apa, alih-alih saling
menyalahkan karena ternyata tidak ada yang tahu jalan, kami malah saling
menertawakan satu sama lain. Menertawakan betapa kusutnya wajah kami, betapa
sepatu kami seperti tidak terlihat sepatu lagi karena diselimuti oleh debu-debu
jalanan. Kami sejenak berhenti beristirahat dan lewatlah penjual bakso dengan
gerobaknya. Penjualnya sudah tua dan ringkih. Seperti diberi aba-aba, kami
kemudian saling berpandangan.
“Lihat, kita yang tidak membawa beban saja, jalan kaki
sejauh ini capeknya bukan main. Coba lihat penjual tadi, betapa hebatnya dia,”
kataku.
“Mestinya kita harus tetap bersyukur karena kita masih muda
dan diberi kekuatan untuk menggunakan kaki kita,” lanjut sahabatku yang satu.
“Lalu, kenapa kita tinggal saja? Ayok jalan lagi!” katanya
sambil menarik kami berdua.
Kami bertiga tersenyum, senyum yang kutahu penuh arti
didalamnya.
Beberapa kilo jalan kami tempuh, akhirnya kantor yang
berciri khas berwarna oranye itu terlihat sudah. Beruntunglah kami tidak
berkeluh kesah, karena ternyata keberuntungan dan kebahagiaan selalu berpihak
pada orang-orang yang tidak suka menggerutu. Kantor posnya melayani hingga
larut malam. Dan satu lagi betapa tidak adanya kesia-siaan dalam hal berjalan
kaki beberapa kilometer tadi, bahwa pekerja disana ramah-ramah serta mendoakan
kelulusan kami.
Keberhasilan kami menempuh hari ini wajib kami apresiasikan
dengan makan malam ditempat kesukaan kami semenjak kuliah. Dan kebodohan
kamipun berlanjut. Dari kantor pos tadi untuk ke tempat makan melewati jalur
yang diantara kami (sekali lagi) tidak ada yang benar-benar merasa menguasai
jalannya, tapi kami tetap berangkat. Kembali, kami jalan kaki karena takut
tersesat, untung saja ada beberapa tempat yang kami laluiyang menandakan bahwa
tempat yang kami tuju sudah dekat. Betapa, makan malam kali itu sangatlah enak,
terlebih karena kami kecapaian. Kami kembali tertawa bersama-sama ketika kami
tiba-tiba serempak memijat-mijat betis kami.
Semua hal bisa ditertawakan. Mari mencoba untuk tidak
menggerutui kebodohan dan kesalahan serta cobalah untuk menertawakannya, karena
setelahnya kalian akan tahu kebenaran. Sekiranya memang, lebih baik
menertawakan kebodohan daripada menghabiskan waktu untuk menggerutu dan
menyesalinya.
Saya selalu berterima kasih kepada sahabat-sahabat saya. Siapa
lagi yang bisa membuat pipimu sakit akibat kebanyakan tawa diantara rasa
kecapaian dan rasa resah kalau bukan sahabat?
No comments:
Post a Comment