Kamu mau tahu, salah satu gudang cerita bersumber? Di dalam Angkot!
Kalau naik angkot, saya sukanya duduk paling belakang pojok. Dari sana saya bisa dengan leluasa melihat semua penumpang, mendengar apa yang mereka bicarakan. Seperti hari ini, ketika saya pulang dari tempat kerja.
Saya naik ke angkot yang sudah setengah penuh, untung saja tidak ada yang memilih untuk duduk di tempat kesukaan saya. Angkot ini baru setengah penuh, tetapi rasanya sudah sangan penuh, sempit. Saya melongok sekilas ke penumpang di samping saya, disampingnya seorang ibu yang memakai pakaian dinas berwarna hijau itu duduk menyamping, mengambil dua tempat. Serasa milik angkot sendiri, tidak memperdulikan penumpang lain dan asyik menelepon dengan suara yang lumayan keras, menanyakan apakah yang diseberang telepon sudah makan atau belum. Saya melihat ibu-ibu yang lain melirik sekilas ke ibu yang menelepon tadi. Sungguh, ketika di angkotpun, kita harus menjaga tata krama.
Pak sopir menghentikan mobilnya, seorang ibu muda beserta anaknya yang masih kecil naik sambil mengoceh tentang supir yang menurunkannya di tengah jalan karena berubah pikiran untuk mengantarnya sampai tujuan, sebab sisa ibu itu yang menjadi penumpangnya.
Kalau dalam dunia percintaan, justru ketika sendirilah seharusnya pasangan itu mengantar kita sampai ke "tujuan"
Ocehan ibu-ibu tadi disambung oleh seorang ibu yang mungkin pernah juga mengalami hal yang sama. Justru malah dia yang marahnya menggebu-gebu, "Kalau seperti itu bu, saya tidak mau bayar angkotnya. Mestinya kalau sudah bilang mau antar, yah diantar. Harus ditepati, namanya juga perjanjian."
Ini bisa saja jadi bahan singgungan buat supir yang sedang membawa kami, bahwa siapapun tidak akan senang diperlakukan seperti itu. Bahwa kita harus selalu mempertanggungjawabkan janji kita.
Suasana di dalam angkot kembali sunyi sampai kami melewati segerombolan ibu-ibu yang sedang berkumpul di pos kamling yang sudah berfungsi ganda sebagai posko pemenangan salah satu calon kepala daerah. Salah seorang dari ibu-ibu itu bertubuh paling gemuk dan memakai baju you can see berwarna abu-abu dengan kurang lebih enam gelang emas di tangan kanan dan enam lagi ditangan kiri, di lehernya tergantung rantai emas pula, ada yang paling panjang, panjang dan pendek. Walau cuma sekilas karena angkot jalan terus, kami yang ada didalamnya kompak melihat pemandangan itu. Buktinya ibu-ibu yang ada diangkot langsung berceletuk ramai.
"Maunya sih, kalau di sekitar rumah, tidak usah pakai perhiasan sebanyak itu," kata Ibu yang memakai baju warna biru.
"Terkesan pamer yah bu?" tanya ibu yang memakai celana berwarna hitam.
"Iyah, bisa jadi mengundang tindakan kriminal," kata si ibu baju merah lagi.
Penumpang lain menimpali dengan senyum dan angguk-anggukan kecil. Sementara para penumpang berdiskusi tentang emas, saya berteriak, "Kiri, Pak!"
Rumah saya sekitar seratus meter lagi, saya berjalan sambil tersenyum.
Selain mengundang tindakan kriminal, ibu tadi yang dengan seabrek perhiasannya juga mengundang dosa bagi penumpang angkot.
Dan kamu kepo ya :p hahaha
ReplyDeleteTapi mengundang postingan baru di blog ini juga kan. Hahahaa
Anggap saja saya adalah pengamat dan penikmat ibu-ibu yang bercerita. Nah itumi tujuan utamanya postingan, hehee
Delete