*Izinkan aku untuk
terakhir kalinya, semalam saja bersamamu, mengenang asmara kita.
**Tiada masa paling
indah, masa-masa di sekolah.
***
Lagu itu baru
saja terdengar, semua serentak menyanyikan lagu tersebut. Semua orang pasti
tengah bersuka cita malam ini.
Memang, acara paling mengasyikkan itu adalah acara reunian. Yah, sekarang aku
tengah berada di tengah-tenagh acara reuni akbar SMPku.
Memasuki sekolah
ini, membuatku membuang nafas lega dan agak bersemangat. Haah,
ada rasa haru mengingat dengan polosnya dulu berseragam putih-biru, baru
beranjak menjadi anak remaja, masih polos dengan membawa sedikit sifat yang
masih melekat sewaktu menginjak sekolah dasar, masih bisa tertawa lepas
bercerita seolah masalah tidak ada yang terlalu pelik menyelimuti, pun masih
mencoba belajar mengenal yang dinamakan cinta. Kata yang selalu membuat orang
tergiur untuk merasakannya dan menceritakannya.
Aku
sebenarnya bukan penggila pesta, apalagi acara seramai ini, berada ditengah-tengahnya bisa saja membuat kepala
pusing, aku termasuk tipe introvert,
tapi demi menyenangkan teman seangkatan, kenapa tidak.
Maka aku putuskan untuk
sejenak berkeliling sendirian, mencoba
menghindari keramaian. Mengelilingi sekolah
ini, mataku tak berhenti menyapu didetiap sudut. Aku yang kini sudah menginjak
bangku kuliah merasakan sekolah ini benar-benar banyak berubah. Tapi
dikepalaku, masih terekam jelas denah sekolah ini pada zamanku dulu. Ahh, ini dulu laboratorium, ini kelasku
waktu kelas 1, yang itu waktu kelas 2, yang disana waktu kelas 3 dan ini ahh,
lapangan ini. Perutku geli
mengingatnya.
Mengingat
dulu aku menyukai seseorang yang bermain di lapangan basket ini, semacam
sesuatu idola anak-anak SMP, kacangan sekali, membuatku waktu itu ingin mencoba
juga untuk belajar bermain basket, kenangku malu-malu. Namun
kuakui waktu zaman itu, itu sama sekali bukan kacangan, melainkan perasaan
seorang gadis kecil yang akan beranjak gede. Rasa dimana pertama kali merasakan
–yang konon katanya- cinta. Ketika kau menyukai lawan jenis secara tiba-tiba,
tanpa sebab, memandangnya diam-diam sambil tersenyum dan lagi-lagi tanpa sebab.
Itu cinta pertama. Cinta pertama itu selalu indah bukan? Pun selalu tak
terlupakan, juga selalu terasa manis, meski hanya dikenang.
Mengingat saya
dulu harus mengukur lapangan ini dengan sedotan super kecil karena terlambat
datang ke sekolah. Waktu itu guru olahraga saya yang menghukum.
“Kaila! Kamu ini rumahnya dekat kok masih saja
terlambat?” Semprot pak guru yang memergokiku terlambat.
“A-anu pak.” Aku hanya menggaruk-garuk kepala karena
memang tidak tahu alasan apa yang akan aku berikan.
“Anu, anu, anu. Ini sedotan, ukur berapa kali panjang
sedotan ini dengan lapangan basket ini!” pak guru melanjutkan gertakannya
seraya menyodorkan sedotan yang sudah disiapkannya bagi anak yang terlambat
hari itu.
“Hahaha.”
Upss! Sepertinya aku tertawa terlalu keras.
Aku
celingukan mencari apakah ada orang yang menertawai kegilaanku malam ini,
sungguh tidak lucu jika mereka menganggapku benar-benar gila akibat mengingat
masa lalu.
***
Pandanganku yang
menyapu sekeliling sekolah tiba-tiba terhenti.
Itu dia, si kakak kelas, dia datang juga rupanya.
Sejenak
memandangi dari sini, dari jauh.
Tepat seperti yang dulu kulakukan. Tentu
kau tahu rasanya, meskipun sudah tidak menyimpan perasaan yang sama seperti
dulu, tetap saja memori rasa yang telah tersimpan dulu itu pasti masih
memberikan respon. Meski yang dahulu respon deg-degan dan tidak menentu, kini
berganti menjadi geli.
Yaa ampun, dia tetap dengan predikat si raja tebar
pesona. Lihat saja gayanya, seperti hendak memaksa orang agar gayanya terlihat.
Benar-benar tak berubah.
Senyumku pun
terbentuk. Aduh, dia melihat kesini. Melihat
kearahku yang tengah memperhatikannya. Dia datang menghampiriku, tentu saja masih dengan gayanya yang kuakui bisa membuat
siapa saja akan terpesona hingga lupa cara bernafas dengan benar.
Ohh
tenang saja, ini acara reunian, bukan waktu semasa SMP, tak perlu gugup dan
mengalihkan pandangan seperti tempo dulu. Cukup say hello!
Ini benar-benar
nostalgia yang gila. Kucoba mengalihkan kegugupanku sebelum dia sampai ke
hadapanku dengan mengambil ponsel dikantongku. Ohh ternyata dia telah mengirimkan
sebuah pesan untuk bertemu
malam ini. Sepertinya dia juga ingin bernostalgia.
“Hai, apa
kabar?” Tanyanya seperti kebanyakan orang yang baru bertemu kembali dan tidak mempunyai stok kata yang lebih banyak. Basa-basi.
“Baik kak, kalau
kakak?” Tanyaku dengan basa-basi juga.
Sama halnya dengan dia, akupun tidak mempunyai stok kata yang banyak. Kalau dia
tidak baik-baik saja toh dia tidak akan berdiri
dihadapanku.
Diawali dengan
sedikit basa-basi, kamipun bercerita, tertawa mengenang masa-masa dulu. Sesekali aku mencuri pandang untuk menatapnya. Matanya
tetap berbinar seperti yang dulu, tapi sepertinya kedewasaan telah membuatnya
semakin berbinar. Semua pasti bisa berubah, termasuk perasaan. Dulu, aku pikir
dia yang benar-benar aku cari, setelah menghilang, kupikir aku tidak bisa
melanjutkan perasaan-perasaanku yang telah dimatikannya. Tapi sekarang, kami
bahkan menertawai semua yang telah kami lewati. Waktu memang pandai mengubah
apa saja.
***
7 tahun yang
lalu
_________
Entah kenapa
tiba-tiba tergila-gila dengan vespa. Yah, vespa, entah kendaraan itu keluaran
tahun berapa. Aku
jadul? Oh, jadul itu romantis loh!
Pertama masuk
sekolah menengah pertama ini, tiba-tiba pandanganku
terhenti di tempat parkir sekolah
baruku ini.
Vespa.
Mataku tertahan di vespa biru
tua itu. Oh, punya guruku,
pikirku. Entah apa lagi yang ada dikepalaku
saat itu,
karena hasrat ingin mencoba merasakan naik motor vespa.
Harus
bisa dekat dengan guru yang punya vespa itu, biar nanti bisa menumpang di
vespanya saat pulang sekolah
. Eitts, bukan
maksud menciptakan skandal di sekolah. Itu mengerikan. Cek percek, vespa itu
memang kepunyaan guruku,
tapi beliau sudah tua, kalem pula, bagaimana caraku mendekatinya? Ahh, lupakan saja.
***
Hari ini jadwal
sekolah sore, lelaki itu pasti senior, aku
memperhatikannya agak lama, manis. Akupun lebih detail
memperhatikannya.
Oh Tuhan, senior itu, yang kemarin kulihat bermain basket.
Aku
bersorak dalam hati dengan mengangkat kedua kepalan tanganku keatas dengan mata
tertutup gemas.
Dia mendekati
vespa biru tua itu, menaikinya. Saya terbengong diam memandangi punggungnya
yang lama-lama menghilang serta pantat si vespa biru tua itu pun ikut
menghilang.
Dia pemilik vespa biru tua itu juga? Yang berarti
dia anak guru saya? Oh astaga, bagaimana bisa saya menggilai vespa biru tua itu
dan pemiliknya? Oh, lupakan saja niat untuk menaiki vespa itu secara full,
tidak akan sepertinya.
Tiba-tiba
aku merasakan pundakku merendah lalu aku berabjak keluar pintu gerbang sekolah
sambil menggeleng-gelengkan kepala. Menjadi anak yang dewasa itu ternyata
merepotkan. Aku meniup poniku dan berjalan pulang dengan gontai.
***
Suatu sore di
sekolah. Kembali sekolah sore lagi. Sudah selesai. Hendak pulang. Teman-teman
yang lain masih ingin berada di sekolah lebih lama, aku pun pulang sendirian.
Piiip… piiip…. Piiip.
Dengan
ogah-ogahan aku
membalikkan badan, biasa cara lelaki yang menggoda seperti ini sudah tertebak,
klise. Dan ohh, lupakan perkataanku
barusan. Ketika berbalik, yang kutemui siapa? Lelaki itu dengan vespa biru
tuanya, ditambah dengan senyum manisnya,
membuatku menarik nafas dan lupa membuangnya beberapa detik.
Oh
Tuhan anugerah sore ini indah tiada tara.
“Tidak keberatan naik vespa tua?
Mari aku antar.”
Oh
Tuhan sepertinya saya tiba-tiba tidak mengenal kata basa-basi. Iyah, pasti mau.
“Boleh.” Aku
menjawab dengan pipi terasa hangat.
Alhasil,
akupun bertengger manis dijok belakang vespa biru tua yang membuatku ngiler
beberapa waktu belakangan dan duduk di belakang laki-laki ini yang membuatku
tidak bisa tidur dengan nyenyak.
Hari ini pasti aku akan
tidur nyenyak.
Saking senang, senang tiada tara,
sampai-sampai aku
tidak memperhatikan jalan. Tiba-tiba vespa berhenti, tepat di depan rumahku. Begong lagi, ini bukan
karena sindrom senang, tapi heran.
Dia tahu rumah aku?
“Nanti malam, siap-siap yah, aku
jemput lagi, mari…” dia berkata dan memecahkan kebengongan sesaatku.
Masih dengan
muka tolol, tapi senyumku
masih bisa tersungging. Dia pun berlalu tanpa membiarkanku menjawab iyah atau
tidak, mengingat aku yang masih dilanda kesyockan.
Tadi dia bilang apa? Nanti malam? Menjemputku? Oh,
Tuhan. Semua terasa mengejutkan.
Ah,
dia pandai mencari situasi dan suasana yang tepat untukku untuk tidak bisa
berkata tidak dan tanpa sengaja untuk mengiyakan kemauannya.
***
Bunyi khas vespa
terdengar di depan rumah.
Aku pun sudah siap sedia setelah kurang lebih setengah jam mondar-mandir tidak
penting di depan cermin. Anak gadis yang akan beranjak dewasa mana yang tidak
melakukan hal itu untuk kencan pertama yang sangat diinginkan? Akupun keluar
rumah setelah meminta izin dan mari berkeliling. Dia menyambut dengan
senyum manis.
Mamanya pasti ngidam gula waktu mengandungnya.
“Tahu darimana rumah saya?” kataku
membuka percakapan.
“Dari dulu, hehe.”
Jawabannya
membuatku mengerutkan kening, dalam. Malam ini tengah bulan purnama. Cantik.
Tiba-tiba aku berceletuk pelan.
“Bulannya cantik.”
“Ah, tidak, dia tidak punya mata,
hidung dan mulut.”
“Tetap saja cantik,” protesku.
Itu membuatnya tertawa kecil, dan
kembali hening.
Oh,
topik apa yang bagus Tuhan?
Anak
gadis mana yang sibuk mencari topik pembicaraan yang bagus itu seperti apa
dengan lawan jenis kalau saja dia belum akan beranjak dewasa?
“Mau kemana kak?”
“Ketemu teman-teman saya.”
Jawabannya
lagi-lagi membuat aku
syock, kali ini bukan
hanya keningku yang berkerut, tapi matuku yang juga ikut membelalak.
“Kamu pasti senang bertemu dengan
mereka,” lanjutnya.
Saya bisa apa? Pasrah tepatnya, ini
benar-benar peculikan. Lalu, siapa yang
menganggap sebuah penculikan itu mengerikan kalau yang menculik adalah sebuah
pangeran idaman?
Hah, ibu ngidam apa waktu hamilin aku yah? Kok bisa
konyol begini?
***
“Ini Hadi dengan vespa kuningnya,
namanya Bonte.”
“Ini Andre dengan vespa birunya
juga.”
“Ini Muadz dengan vespa merahnya,
namanya Red Devil.”
Kakak ini
memperkenalkan teman-temannya beserta vespa-vespa temannya. Yapp, kejutan lagi,
disini banyak vespa.
“Nanti kamu bisa pilih mau minta
diantar sama siapa, mereka pasti siap.”
Oh, saya merasa jadi memiliki
segalanya.
“Jadi, siapa gadis manis ini? Tanya
si pemilik vespa merah.
“Dia pacar saya,” jawabnya sambil
melirik kearahku dengan senyum mautnya.
“Maukan jadi pacar saya?”
lanjutnya.
Lelaki ini bisa membuat saya mati
didetik keberapa saja hari ini, bayangkan saja, begitu banyak ke-syock-an yang dia berikan.
***
“Terima kasih untuk hari ini,” katanya
masih dengan senyum mautnya setelah kami
sudah berada di depan rumahku.
“Terima kasih juga,” kataku
dengan tak kalah memberikan senyum manis sambil menyodorkan helm yang tadi kugunakan.
***
Kamu pastinya sudah tahu kan,
jawaban apa yang aku
berikan atas pertanyaannya yang terakhir?
Kamu tahu, sepenuhnya, cinta itu
tak pernah bertepuk sebelah tangan.
________
“Hahaha.”
Kami berdua tertawa-tawa mengenang
masa sekolah kami dulu, perutku sampai
sakit dibuatnya. Disela tawaku yang masih belum benar-benar terhenti, tiba-tiba
dia memegang tanganku dan menatapku. Sudah kubilang, kedewasaan telah
mengubahnya.
“Maaf, dulu aku
tidak bisa membahagiakanmu berlama-lama.”
“Ah, namanya juga
masih kecil, belum pintar membahagiakan orang lain sepenuhnya.” Aku menjawab
dengan sedikit menunduk. Agak mengutuk perasaanku yang sedikit terenyuh tadi
atas sikapnya.
“Reuni ini sungguh menyenangkan,
lebih tepatnya reuni tentang masa kita.”
Dia menekankan
kata kita sambil mengedipkan mata ke arahku dan tersenyum kemudian beranjak
pergi. Aku menghembuskan napas dengan mata terpejam dan tersenyum tanda
bahagia.
Ya, sangat menyenangkan.
Akupun
menghapus sedikit bulir air yang tidak jadi menjadi air mata disudut mataku
dengan telunjukku, lalu tersenyum memandangi punggungnya yang terus menjauh dan
menghilang tanpa pernah menoleh itu.
***
Memandang
sekeliling lagi, kulihat semua orang tersenyum sumringah. Pasti mereka tengah memikirkan
hal yang sama denganku, memikirkan kenangan mereka. Mengingat hal gila yang
mereka lakukan di sekolah ini dulu.
Dan mereka pasti bergumam…
**Malu aku malu, pada
semut merah, yang berbaris di dinding menatapku curiga, seakan penuh Tanya,
sedang apa disana?
Ahh, selamat bernostalgia dan
selamat gila semalam.
***
* Reza
– Berharap Tak Berpisah
** Chrisye
– Kisah Kasih di Sekolah
_________
No comments:
Post a Comment