MATILDA
By
Roald Dahl
Text
copyright © 1988 by Roald Dahl
Illustration
copyright © 1988 by Quentin Blake
MATILDA
Alih
Bahasa : Agus Setiadi
Penerbit
PT Gramedia Pustaka Utama
Cetakan
kedua : Maret 1993
264
hlm; 21 cm
Saya megincar-incar novel satu
ini, sampai-sampai saya mendapatkannya di sebuah jual beli online dalam keadaan
bekas. Tapi tidak mengapa, mendapatkan buku yang dicari-cari itu sungguh
bahagia tiada tara.
Membaca novel ini, seperti
membawa saya ke kehidupan saya semaca kecil. Bedanya, Matilda belajar membaca
sendiri sedang orang tuanya menentangnya, sedangkan saya di ajar habis-habisan,
hehe. Saya sudah pintar membaca sebelum masuk TK, dan ini membuat saya kagum
juga kepada Matilda. Di umurnya yang lima tahun, dia sudah membaca buku-buku
keren yang bahkan penulisnya baru kuketahui setelah besar.
Novel ini membuka pikiran kita
kembali, bahwa diluar sana, bisa saja ada juga orangtua seperti orangtua
Matilda yang malah lebih senang bersenang-senang
dibanding belajar dan membaca.
“Apa kurangnya televisi? Kita kan sudah punya televisi yang bagus, berukuran duabelas inci, sekarang kau minta buku lagi. Kau ini mulai manja!” – Mr. Worwood (Ayah Matilda)
Saya sangat geram membaca
perkataan Ayah Matilda itu. Semoga tidak ada orangtua sekarang ini yang
berpikiran seperti itu.
“Kamu tidak suka membaca buku, kita tidak bias mencari nafkah dengan cara duduk bermalas-malasdan membaca buku-buku cerita.” – Mr. Wormwood
Kata-kata Ayah Matilda ini bisa
mengandung dua makna dan pelajaran menurutku, pertama karena pikiran beliau
memang terlalu sempit tentang dunia membaca dan buku dan kedua adalah memang
benar juga kalau kita hanya terus duduk membaca dan tidak mengambil pelajaran
dari apa yang kita baca atau malah tidak bekerja sama sekali. Tuan Roald Dahl
memang pandai menulis.
Tapi yang tidak bisa
dicontoh oleh anak-anak dalam buku ini sendiri adalah kejahilan Matilda kepada
orangtuanya. Juga tindakan kepala sekolahnya yang membuat para murid tidak betah
untuk ke sekolah. Selebihnya buku ini sangat menghibur karena lucu.
Dan ini perkataan Matilda
yang menurutku tidak biasanya dikeluarkan dari mulut anak sekecil dia, sewaktu
guru Matilda menyuruhnya menjumlahkan perkalian dan dia menjawab dengan cepat
dan benar.
“Saya Cuma memasukkan bilangan dalam ingatan saya, lalu saya kalikan. Saya tidak tahu bagaimana menjelaskannya dengan cara lain. Saya selalu mengatakan pada diri saya sendiri, jika kalkulator yang kecil saja bias, kenapa saya tidak bias? Menurut saya, otak kita jauh lebih hebat daripada sekeping logam, kalkulator sebenarnya kan Cuma logam biasa saja.” – Matilda
Pikiran dewasa saya saja tidak mampu untuk sampai kesana, dan itu sedikit menohok saya yang sedikit-sedikit menghitung menggunakan kalkulator. Ah, otak saya saja yang agak beku. Ini secara tidak langsung menyindir kita yang selalu tidak percaya diri akan kemampuan sendiri dan lebih mempercayai mesin.
Setelah membaca ini, saya
semakin gemar membeli dan tentunya membaca buku. Saya sendiri merasa malu
kepada Matilda yang mempunyai semangat memba Aca, di tengah-tengah orang yang
menentangnya.
Akhirnya saya merasa
bersyukur, orang tua saya dulu selalu ada untuk mengajar saya. Menanamkan dalam
kehidupan saya agar selalu disiplin dalam belajar, karena sekarang saya begitu
mencintai buku dan mengetahui banyak hal dan teman-teman yang keren karenanya.
Bahkan, saya pernah berniat
suatu waktu nanti saya akan menamai anak saya Matilda. Jika nanti orang-orang
bertanya kenapa Ibumu menamaimu seperti itu, atau teman-teman saya menanyai
mengapa memberi nama seperti itu kepada anakkmu, kami akan serempak menjawab bahwa
nama Matilda adalah lambang anak jenius yang gemar membaca. Nama adalah doa.
Teruslah membaca, karena
membaca tidak pernah membuat kita merasa rugi.
Hey, aku juga suka dengan Matilda.
ReplyDeleteSudah nonton filmnya juga.
Dulu pernah baca bukunya di perpustakaan. Untuk buku anak-anak lain yang menurutku keren, coba baca the "Secret Garden" karya Frances Hodgson Burnett
Itu juga menarik. Atau " Nobody's Boy" oleh Hector Malot. Kartun Remi diangkat dari Novel ini. Semuanya buku anak-anak.
Buku tebal pertama yang kubaca dan membuatku terpana itu "Ronya: Anak Penyamun" karangan Astrid Lindgren.
Well, itu aja sih referensiku. Sapa tau berkenan.
cheers,
Anggita
Anggita juga suka baca buku anak-anak?
DeleteYes, saya sudah baca Secret Garden. Iyaah bagus banget. Yang lainnya belum sih. Nanti saya hunting, thanks ya referensinya ;)