Thursday, 10 October 2013

Sepucuk Surat Perihal Kerinduan untuk Willy



Makassar, 10 Oktober 2013

Selamat sore Willy tersayang,

Aku menulis ini sembari turut memanjatkan doa kepadamu, semoga senyum senantiasa bersemayam di wajah cantikmu. Sungguh dengan tak lepasnya senyum dari wajahmu pastilah juga kebahagiaan selalu menyertaimu. Tidak perlu cemas karena aku terlalu mendoakanmu, akupun senantiasa berbahagia terlebih ketika berniat ingin mengirimimu surat.

Betapa jarak bekerja sangat baik, ia semacam mesin yang memintal beribu-ribu benang rindu. Jika saja rindu ini benar-benar serupa benang, dirimu pastilah terkejut betapa kusutnya benang yang kupunya akibat tak tahu jalan yang mana yang benar menuju temu. Akupun begitu yakin, dirimu merasakan hal yang serupa denganku, aku pernah membaca sebuah kalimat yang berbunyi bahwa jika kita memikirkan seseorang dan begitu meindukannya, seseorang itupun akan merindukan kita. Besar harapanku kaupun demikian.

Willy sayang, tentulah ada satu hal yang tidak pernah akan kau lupakan perihal kebiasaan kita yang kurang waras. Orang-orang selalu mengatakan, inilah akibat dari keseringan kita membaca buku yang bergenre Romance dan Fantasy. Aku baru saja menyelesaikan novel Jane Austin yang berjudul Pride and Prejudice, jika saja kau belum membacanya aku akan senang hati meminjamkannya. Bahwa gadis-gadis cantik yang menjadi tokohnya pada akhirnya mendapatkan seorang pangeran yang gadis manapun menginginkannya sosok pria yang dengan wajah tampan dan berwibawa serta berkepribadian santun. Aku membacanya sambil tersipu-sipu sendiri. 

Willy sayang, bahwa dulunya aku selalu mengatakan kepadamu perihal obsesiku yang ingin menjadi seorang princess selayaknya di dongeng-dongeng yang selalu kita baca sewaktu kecil. Namun, sampai saat ini, di negera yang tak bersistem pemerintahan seperti itu, sulit bagiku untuk menjadikan mimpiku menjadi nyata. Ditambah bentuk dan tinggi badan yang tidak proporsional pun ikut membunuh impianku untuk mengikuti ajang-ajang kecantikan yang nantinya akan bertahtahkan mahkota. Tapi Willy sayang, satu yang membuat aku tidak akan pernah berhenti untuk mewujudkan impianku ini, bahwasanya nanti aku akan menjadi seorang princess, setidaknya di hati seorang pria yang akan menjadi pangeranku.

Bersama ini, aku ingin mengirimkanmu selembar foto dan mungkin selepas ini kau akan menertawakan kekonyolanku sampai sakit perut dan berlinang air mata.

Gambar ini dibuat oleh Haritza
Karena aku tidak mungkin memakai pakaian seperti itu dikehidupan nyata, maka aku memilih untuk mengabadikannya lewat gambar, sekedar lucu-lucuan dan untuk menghibur diri.

Aduh, maafkanlah kiranya karena aku akhirnya malah sibuk menceritakan diriku sendiri. Oh iyah, betapa rindunya aku kepada ibumu, terlebih kepada kue painya yang begitu lezat. Sampaikan salamku kepada beliau. Semoga beliau tidak sampai melupakan aku yang selalu menghabiskan kuenya jika bertandang. Jika pada awalnya aku sempat menyalahkan jarak yang telah memisahkan kita, pada akhirnya akupun berterima kasih kepadanya, karenanya aku tahu bahwa teernyata ada yang merindukanku. Aku juga berterima kasih kepada jarak bahwasanya berkat ia kita tidak lagi meributkan perihal siapa yang akan mendapatkan buku yang menjadi incaran kita berdua jika ke took buku dan stoknya hanya bersisa satu. Ah, aku ingin sekali menuju kotamu, ingin melihat sebanyak apa buku-buku koleksimu dan bersiap untuk merampoknya. Haha.

Willy sayang, sekiranya sampai disini saja suratku. Aku khawatir kau malah tertidur sambil membacanya disebabkan karena terlalu panjang. Peluk hangat dariku yang selalu merindukanmu. Semoga kau selalu berbahagia. Dan teruslah menjaga hobby kita yang senang membaca, karena membacalah kita banyak tahu dan berkelana walau hanya dengan duduk di kursi malas. Segeralah membalas suratku!

Salam hangat, sahabatmu


Dhani

No comments:

Post a Comment