Monday, 16 January 2012

Semacam perkenalan

Mungkin kalian heran darimana mengenalku melalui tulisan ini. Tapi disetiap huruf pertama dan diselesai tanda titik itu adalah inisial namaku. Dentuman suara itu mirip kantung plastik diremas. Hujan, yah hujan, suaranya yang beradu dengan genteng rumahmu bisa saja menjadi alasan. Alasan mengapa kau tak ingin beranjak dari pembaringanmu. Namun kau tahu, selain tiduran kau bisa menikmati hujan dengan cara lain, aroma tanah basah akibatnya bisa menemanimu beryoga, seperti aroma terapi. Ingatlah setelah aku menuliskan ini, kau akan mengingatku dikala hujan. 

Menari-nari, kita terus menari meski hujan rintik turun. Rintik hujan adalah teman paling asyik. Aku adalah seorang penari. Menari adalah gerak anggota tubuh yang menghasilkan gerakan yang indah. Menari itu menyembuhkan, menyembuhkan kejenuhan yang bisa saja datang tiba-tiba, ,menari bisa membakar lemakku yang berlebihan ini. Disaat menari, tangan lentikku akan sangat lihai bergerak dengan gemulai. Kakiku yang tidak begitu jenjang bergerak maju-mundur, sekali melompat dengan lincah selaras dengan ketukan musik. Mataku tegas tetapi tepat ceria memandang kedepan memancarkan makna disetiap gerak. Kau seolah bisa membaca makna tariannya dari bola mataku yang tidak begitu besar. Bibirku ini akan terus memancarkan senyum. Senyum seorang penari itu menular. Kau akan ikut tersenyum saat melihatnya. Wajahku ternyata tak cukup untuk menarik perhatian para penonton tanpa dipermak, wajahku mau tak mau diolesi bedak tebal, kulit putih tak menjamin kau tidak terkena polesan bedak. Eye shadow yang berwarna terang dan meriah. Pemerah pipi, sepertinya pemutih yang menjanjikan pipi merona itu tidak ada gunanya, toh pemerah pipi itu melekat di pipiku. Pewarna bibir, bulu mata palsu yang akan membuat matamu berat. Aku selau terkenan serangan flu ringan tiba-tiba setelah selesai di make up. 

Menulis itu juga meyembuhkan . Kau akan menulis banyak jika kau sedang patah hati atau jatuh cinta. Itu salah satu obatnya. Disaat aku menulispun, aku sedang menari. Jemariku menari diatas kertas, menuliskan kata demi kata. Kata-kata yang kau anggap diam diatas kertas itu tidak sepenuhnya diam. Merekapun menari-nari di otakmu, menghasilkan sesuatu makna. Makna yang bisa kau artikan sendiri. Seperti menari, kau bisa mengartikan gerakan demi gerakan. Posisiku adalah bagaimana menari dengan baik melalui gerak tubuhku dank au mengerti maksud dari tarianku. Begitupun dengan tarian jemariku, hingga kau mengerti maksud dari tulisanku. 

Untuk bisa menikmati suara hujan dan aroma terapi untuk beryoga diperlukan keadaan yang sunyi, sesunyi sewaktu mati lampu. Sunyi itu bukanlah sesuatu yang menakutkan, seperti halnya mati lampu. Sunyi itu mendekatkanmu dengan suatu hal yang sedang ingin kau kerjakan. Aku menyukai sunyi itu, sama halnya menyukai mati lampu. Mati lampu saat bersama keluarga di rumah sangat menyenangkan. Kami dengan leluasa bercerita, bercerita apa saja. Bercerita tentang hidup dan masa depan. Mungkin karena gelap dan kami tak bisa melihat ekspresi wajah masing-masing yang mungkin tengah memerah menceritakan sesuatu yang wah dalam hidupnya. Kami pun semakin dekat saat mati lampu. Langit mala mini biru sayang. Aku sangat menyukai kalimat itu. Malam dengan warna birunya yang pasti gelap selalu cantik dan menarik. Senja dengan warna oranyenya juga akan selalu tampak cantik. Tapi penyuka hujan sepertiku akan lebih menyukai senja dengan warna biru gelapnya karena itu menandakan bahwa hujan akan turun.

No comments:

Post a Comment