Wednesday 21 September 2016

Choose, Control, Commitment; Karena Semuanya Kamu Yang Pilih!


Setelah sahabat curhat maut saya diterima bekerja di luar kota dan sahabat saya yang satunya menikah, saya hampir lupa bagaimana merasakan quality time bersama satu orang, waktu yang benar-benar digunakan untuk bercerita yang berkualitas dan menjadi diri sendiri.

Dalam hidup, kita harus terus belajar. Kita harus terus menantang diri sendiri untuk terus menjadi baik. Sekarang, saya lagi menerapkan TIGA C dalam hidup saya. Choose, Control, Commitment. Setelah menghabiskan waktu beberapa menit dengan seseorang, saya benar-benar memikirkan tiga kata ini.

Choose


“Lagi mikirin apa sih?” tanyanya sambil memilih duduk di sampingku.

“Entahlah, dari tadi deg-degan terus.”

“Biasanya sih bakal ada yang akan terjadi,” katanya sambil menyeruput cokelat panas yang dipesannya lalu melanjutkan omongannya, “atau lagi ada yang ingin disampaikan tapi ragu-ragu.”

“Merasa deg-degan itu pilihan loh. Dan, ada kalanya kita harus jujur sama apa yang kita rasakan saat ini,” lanjutnya lagi sambil mengambil kertas dan pulpen dari dalam tasnya. Kegiatan yang selalu dilakukannya kalau sudah memulai obrolan. Diam-diam saya perhatikan selalu.

“Yah, semua dalam hidup ini memang pilihan,” balasku sambil mengambil buku dari dalam tas. Yang kemudian menciptakan hening diantara kami berdua. Dia dengan corat-coretannya di kertas, saya yang mengusap-usap sampul buku. Benar-benar kegiatan yang tidak penting.

Mataku tiba-tiba terpaku pada segelas ice cream yang saya pesan. Pilihan saya diantara batuk yang tidak berhenti. Saya memilih pesan ice cream, padahal lagi batuk. Bisa saja orang melarang saya memakannya, tapi itu pilihan saya. Begitu pula dengan merasa deg-degan, merasa sakit hati, diberi harapan palsu, dicintai pun itu menjadi pilihan kita. Tidak ada satupun yang bisa membuat kita merasakan hal tersebut tanpa pilihan dan izin kita sendiri.


Jadi, merasa dicintai itu pilihan kamu, walau sebenarnya tidak ada yang mencintai, tapi kamu bahagia dengan pilihan perasaanmu. Pun dengan kamu merasa sakit hati walau sebenarnya tidak ada yang pernah mencoba membuatmu sakit hati, kamu sendiri yang memilih untuk menjadikan hatimu sakit. Dan kamu sedih dengan pilihan perasaanmu. Merasa itu pilihan. Dan pilihan itu sangat mengambil andil pada moodmu.

Control


“Pindah ke sebelah yuk!” ajaknya.
“Sadar ada yang berbeda dari sebelumnya?” tanyanya lagi sambil tersenyum.

Saya menggeleng, benar-benar tidak mengerti, masih fokus dengan debaran jantung saya.

“Masih deg-degan?”
 Saya mengangguk.

“Yang berbeda itu, kita sekarang duduknya berhadapan. Deg-degan karena kita duduknya semakin dekat?” lanjutnya.
Saya menunduk, tambah tidak karuan.

“Ingat, kita harus jujur dengan perasaan yang kita rasakan. Setelah itu, kita yang harus mengontrol perasaan tersebut.”

Keningku berkerut.

“Merasa deg-degan, itu pilihan. Jika tetap memilih deg-degan, control lah dengan tetap merasa tenang dibalik deg-degan itu. Jika menyukai seseorang dan merasa sudah di luar batasan, kembali control perasaan tersebut, jangan membuat perasaan itu mengontrol diri kita, lalu menjerumuskan kita ke hal-hal yang tidak baik.”

Commitment


“Sudah merasa lega?” selidiknya.

Saya membalasnya dengan senyum puas. Jauh di dalam hati saya, ada banyak emoticon senyum berkeliaran. Wah, akhirnya saya bisa bercerita tentang perasaan saya.

“Ingat lagi, setelah kita paham bahwa semua yang terjadi dalam hidup kita itu adalah pilihan kita sendiri,setelah kita mampu jujur terhadap perasaan kita sendiri, setelah kita mampu mengontrol semua perasaan dan emosi kita, komitmenlah terhadap apa yang telah kita pilih, dengan segala resiko yang harus kita hadapi.”

“Setelah kita berkomitmen, tentu ada saja hal-hal yang akan muncul lalu membuat kita goyah. Maka dari itu kembali lagi yah, bahwa kita telah memilih, kita harus tetap mengontrol keadaan dari luar dan dari diri kita sendiri dan kembali berkomitmen,” kataku polos dengan mengambil kesimpulan sendiri.

“Iya. Satu lagi, semua berawal dari niat. Kira-kira, untuk mendapatkan hasil, berapa penjumlahan niat dan metode untuk melaksanakannya?”
“50-50, 70-30,” jawabku dengan tidak yakin.

Dia kemudian menuliskan di kertasnya, NIAT 100% + METODE 0% = HASIL 100%

“Kalau ingin mengetahui niat seseorang, lihat saja hasil yang telah diperolehnya,” katanya mantap dengan senyum manis. Dan saya hanya mengangguk takjub.

“Begitu juga dengan pilihan lalu ditutup dengan komitmen. Kalau kamu mau mengetahui berapa persen niat seseorang memilih dan berkomitmen kepadamu, lihat saja nanti hasilnya.”
“Ujung-ujungnya saya tetap harus menunggu.”
“Harus, sabarlah dalam taat. Kembali lagi, itu pilihan kamu, dicontrol dengan kesabaran dan taat, dan berkomitmenlah untuk menunggu dalam taat.”

Kami akhirnya mengakhiri obrolan kami di sofa berwarna biru itu. Pengunjung yang lain sudah lama pulang. Saya akan selalu merindukan obrolan-obrolan seperti ini. Obrolan yang setelah kami berpisah ada sesuatu yang bisa saya simpan selain kenangan.  

BTW, cokelat kangen ini enak. Bikin kangen deh. Hahaha.




No comments:

Post a Comment