Hai yang katanya bersedia melaut di laut yang tidak tenang
karena bukan pelaut yang tangguh jika tidak, barangkali kamu tengah
terombang-ambing di tengah lautan menuju pelabuhan terakhirmu, oleh karena itu
surat ini saya posting saja dulu di blog. Tidak ada tukang pos yang bersedia
membawakanmu ke tengah laut. Kurasa, kalau tukang pos yang tergila-gila dan
jatuh hati padamu mungkin saja. Apasih yang tidak kalau sudah menyangkut cinta.
“Lautan kan kusebrangi.” Begitu misinya.
Aku memberikanmu sedikit gambaran, kalau surat versi asli ini tertulis di atas kertas lucu berlatar gambar di atas.
Kalau kamu mendarat kamu boleh membaca versi surat asli
sampai bosan. Walau keadaan tak lagi sama, surat tetap mampu menyimpan
chemistry. Rasa ketika menulisnya mampu kamu rasa ketika membacanya walau itu
sudah lama, itu menurut saya. Seperti yang kamu bilang, surat itu benda mati
yang menghidupkan, belakangan kupikir memang benar, dia menghidupkan rasa.
Aku pernah bertanya, kalau kamu menerima surat, yang isinya
seperti apa yang kamu mau. Kamu menjawab yang berisi pengharapan si penulis
kepadamu.
Kalau kamu sempat membaca surat yang kuposting di blog, berarti
signal di tengah laut lagi lancar-lancarnya. Itu harapanku. Aku berharap kamu
bisa membacanya secepat mungkin. Tapi jika kamu membaca surat yang versi asli,
seperti di awal sudah kujelaskan, berarti pengharapanku juga terkabul. Aku
berharap kamu bisa menjadi pelaut yang tangguh dan selamat sampai di pebuhan
yang kamu pilih, aku misalnya.
Ah, sebelum surat absurd ini berlanjut, baiknya saya sudahi
dulu. Perut saya perlu sesuatu yang nyata untuk tetap melanjutkan hidup. Kamu
akan tahu isi surat ini seperti apa sebenarnya, seperti katamu penerima surat
tidak boleh hanya sekadar menerima surat tapi mampu menerima apa yang ada di
dalam surat tersebut. Kalau kamu sudah menerima, aku menunggu balasannya.
Salam rindu,
Yang selalu mencoba
menjadi pelabuhan terakhir
Kembali merindu :)
ReplyDeleteSalam rindu
ReplyDeleteaih, manis :)
ReplyDelete