Gambar diambil dari pinterst.com |
Aku terbangun dengan rasa ingin
buang air kecil yang masih bisa kutahan, maka aku memanjakan lagi sebentar
tubuhku untuk tetap duduk diam di atas kasur gabusku. Ada perasaan yang tidak
biasanya. Aku terbangun dengan tersenyum. Aku memimpikan seseorang. Sontak
kubalikkan bantal dan tidur lagi sejenak. Begitu kata sepupuku jika kamu ingin
dimimpikan kembali oleh orang yang kamu mimpikan. Kucoba-coba mengingat apa
yang terjadi sambil menjepit lebih erat kedua pahaku. Rasa ingin buang air
kecil sudah tidak bisa kutahan lagi.
Mandiku lebih lama dari biasanya,
terbukti dengan kuku-kukuku yang sudah agak keunguan. Guyuran air yang lebih
banyak dari biasanya ternyata manjur membuat otakku berpikir baik. Mimpiku
semakin jelas.
Sambil menempelkan bedak
menggunakan spons ke wajahku, aku terus tersenyum sambil mengingat sosok yang
menjadi mimpiku. Bisa-bisanya dia yang mendatangi tidurku. Aku bahkan berdandan
lebih lama dari biasanya. Kubuktikan lagi dengan tergesa-gesanya aku keluar
rumah setelah melirik arloji.
“Lebih ngebut
dari biasanya yah, Pak!” seruku kepada sopir angkot yang malah dibalas dengan
senyum samar.
Sesampai di
kantor, mulai dari satpam yang memiliki kumis tipis sampai OB yang baru saja
selesai mengelap kaca kusapa. Kuucapkan selamat pagi dengan intonasi yang cukup
tinggi dan riang. Kernyitan dahi dan menganganya mulut orang-orang yang kusapa
itu seolah mengucapkan, “tumben, mungkin lupa minum obat.” Hal tersebut juga
membuatku mengedikkan bahu, tanda tidak mengerti pula perubahanku hari ini.
Teman
seruanganku, Ina, Rifka, Winda, Reski dan Tina tidak luput pula kuberikan
sapaan manis. Mungkin lebih manis dari masing-masing minuman yang ada di meja
mereka. Kulihat Winda menyikut lengan Ina yang kebetulan sedang mendiskusikan sesuatu.
Rifka melemparkan kode mata ke Reski. Tina menggoyang-goyangkan bahunya. Kali ini aku tidak peduli. Aku tahu keheranan
mereka semua. Orang-orang di kantor ini mengenalku dengan perempuan yang jutek.
Jangankan selamat pagi, senyumpun jarang. Mereka-mereka yang seruanganku ini
sudah sangat mengerti dengan sifatku itu. “Bukan karena sombong, cuma aku ini
pemalu,” belaku selalu kepada orang-orang baru.
Komputer yang
sudah menyala sedari tadi tidak kusentuh-sentuh lagi. Aku menatapnya dengan
pikiran tidak di tempatnya. Senyumku kusunggingkan lagi. Aku benar-benar lupa
kapan terakhir merasa tersipu-sipu seperti ini. Kuingat sewaktu itu kami sedang
berada di acara yang sama. Aku dengan khusyuknya membaca buku dan dia dengan
seriusnya mencari objek untuk diabadikan kameranya. Poseku saat itu mungkin
tertangkan oleh nalurinya dan memotretku. Bunyi kamera menyadarkanku. Dan
kamipun berteman.
Aku terus
memutar sisa-sisa ingatan mimpiku semalam, sampai tidak menyadari Winda sudah
ada di sampingku. Menatapku dengan tatapan rasa ingin tahu yang amat besar.
“Kamu tampak
lain hari ini, cerita dong,” pintanya sambil mengulurkan secangkir kopi yang
menjadi minuman kesukaanku.
“Kamu juga
lain,” balasku sambil mengangkat cangkir kopi pemberiannya.
“Anggap saja
hadiah karena kamu sudah jadi anak yang baik sepagi ini.”
Aku memberikan
arahan untuk mendekatkan kupingnya dengan mulutku. Aku membisikkan nama
seseorang yang menjadi objek mimpiku. Sontak saja Winda terkekeh. Winda juga
mengenalnya mengingat aku pergi bersama Winda di acara tempo hari.
“Kau tahu, aku
sempat mengabaikan gantungan pemberianmu sewaktu itu.”
“Jadi, kamu
sudah menggantungnya?” mata Winda berbinar-binar karena berhasil membuatku
percaya hal-hal konyol yang selalu dipercayainya.
“Iya, dreamcatcher itu memang bekerja dengan
baik.”
Sebenernya penasaran deh, Dreamcatcher itu apa seperti itu. Dan nganu-nganu ya?
ReplyDeleteCoba aja beli dulu ntebin, and just try to believe it dan lihat bagaimana dia bekerja. hehe :)
DeleteSaya penasaran akan sosoknya, saya tunggu bbmmu :D
ReplyDelete