Tuesday, 27 May 2014

Murjangkung: Cinta yang Dungu dan Hantu-hantu




Murjangkung: Cinta yang Dungu dan Hantu-hantu
Penulis: A.S. Laksana
Proofreader: Jia Effendie
Desain cover: Levina Lesmana
Penata Letak: Landi A. Handwiko
Penerbit: Gagasmedia
Cetakan pertama, 2013
viii + 216 hlm
13 x 19 cm

Ah, A.S Laksana pandai sekali merangkai judul disetiap cerpennya. Itu yang membuat saya suka kepada buku ini, yah ceritanya juga, walau ada beberapa yang membuat kening saya berkerut. Ah, mungkin otak saya saja yang agak korslet.

Karena ini cerpen, saya membacanya dengan acak. Dimulai dari yang judulnya saya anggap isinya akan sama dengan judulnya itu. Cerita yang saya sangka “saya banget” maka saya memilih Dongeng Cinta yang Dungu. Saya terlena dengan kata Cinta dan Dongeng dan presepsi saya salah. Bukan cerita manis yang saya dapat. Saya berhenti di tengah cerita. Bukan karena cerita tidak bagus, tetapi saya phobia. Eeeerrrrrgh. Cukup!

Baiklah, selebihnya saya akan menguraikan cerpen-cerpen yang saya sukai. Selebihnya lagi, silakan kalian baca sendiri dengan membeli bukunya. Hahaha.

Bagaimana Murjangkung Mendirikan Kota dan Mati Sakit Perut.

Seorang kaya raya yang bernama Murjangkung, dan anak-anak buahnya memanggilnya tuan Mur sedang membangun semua kota dan akhirnya mati karena sakit perut dan dibuatkan sebuah patung untuk menghargai keberadaannya selama ini. Sebenarnya saya tidak terlalu menikmati cerpen ini, tetapi saya suka dengan sindiran yang terdapat di dalamnya.


“Mereka kesepian Tuan Mur,” kata salah seorang anak buahnya.
“Aku tahu,” kata Murjangkung. “Karena itulah kuhadirkan Tuhan bagi mereka.”
“Mereka menghendaki perempuan.”
“Jadi lebih baik kubangunkan rumah bordil ketimbang rumah Tuhan?” hardik Murjangkung (hlm 8)


Di halaman-halaman terakhir cepen ini ada tertulis bahwa warga ingin merobohkan patung yang didirikan sebagai bentuk perhargaan kepada Murjangkung, sebuah patung singa yang memeluk dunia. Awalnya saya tidak paham kenapa itu dipermasalahkan, setelah berdiskusi dengan kawan saya ditarik kesimpulan bahwa patung itu mencerminkan keangkuhan, betapa manusia ingin sekali dihargai. Mati sakit perut saja sudah dibuatkan patung sedemikian rupa. Oooh.

Perempuan Dari Masa Lalu


“Di masa lalu…,” suara Seto agak tersendat, ”… kita adalah sepasang kekasih.” (hlm 39)


Betapa enaknya jika sebuah kalimat di atas membuatmu bisa berkencan dengan siapa saja yang kamu mau, hanya menyebut kalimat itu, jadi. Dan bagaimana jika pada akhirnya kamu dimanfaatkan oleh orang tersebut? Melakukan adegan ranjang dan mengaku seorang pelacur kemudian bertanya apakah dia juga seperti itu di masa lalumu? Oh saya tidak bisa membayangkannya. Kamu harus berpikir ulang untuk menggunakan kalimat di atas dan segeralah move on.

Teknik Mendapatkan Cinta Sejati


“Jika harus membenci orang yang sangat kau cintai, apa yang akan kau lakukan?”
“Pindah agama saja.” (hlm 66)


Kata buku ini, jika kau tak ingin berlarut-larut dalam kesedihan patah hati atau merasa ditolak, kata-kata paling ampuh adalah kalimat di atas. Tapi tidak dengan adik Seto yang mengajukan pertanyaan itu. Mentalnya yang terganggu sama sekali tidak bisa menerima itu. Itu akan terus menjadi persoalannya.

Dua Perempuan di Satu Rumah

Awalnya, sebelum membaca isinya saya mengira akan mendapati kisah perselingkuhan dalam sebuah keluarga. Salah besar. Ternyata ayahnyalah yang berubah menjadi perempuan. Ah, A.S Laksana selalu memberikan kejutan-kejutan disetiap ceritanya.

Bukan Ciuman Pertama

Saya juga sudah mendambakan adegan romantis dalam cerpen ini. Jika kau berpikir demikian, kita salah. Seorang laki-laki yang istrinya tengah hamil didatangi oleh seorang laki-laki yang mengaku datang untuk berniat baik. Dia harus mengelus perut ibu hamil dan menciumnya agar nanti anak yang lahir akan menjadi baik. Mau tidak mau sepasang suami istri itu mengiyakannya. Tetapi, setelah bayi itu lahir, wajah bayi itu tak seperti wajah ayahnya, melainkan seperti yang datang tempo hari.



 

No comments:

Post a Comment