The Story Of Life On
The Golden Fields Vol 3
© 2003 by Kim Dong
Hwa
All rights reserved
Kisah Kehidupan Di
Padang Keemasan Vol 3
Alih bahasa: Rosi L.
Simamora
Editor: Tanti Lesmana
Teks dan tata letak:
Anna Evita Purba
PT Gramedia Pustaka
Utama
Januari 2011
328 hlm; 24 cm
Ehwa, yang telah
menjelma menjadi wanita muda yang penuh percaya diri, kini berada dalam situasi
seperti yang dialami ibunya: menantikan kekasihnya. Ibunya mengharapkan
kemablinya si tukang gambar, sementara Ehwa memandang bulan yang sama eperti
yang dipandangi tunangannya. Duksam, petani yang pergi ke laut untuk mencari
peruntungan agar dapat menikahi Ehwa.
Di edisi ketiga ini, Ehwa sudah semakin dewasa. Semakin
bijak pula ibunya menghadapi. Saya selalu suka kata-kata penulis. Membuat
tokohnya, anak dan ibu bisa sangat dekat, tanpa ibunya harus kekurangan wibawa
dan tetap penuh dengan nasihat-nasihat.
Ehwa sedang merindu, dan rindu membuatnya sakit. Dia telah
lama menantikan kekasihnya Duksam yang pergi melaut tapi Duksam tak pernah mengiriminya
kabar. Betapa gelisahnya dia menunggu. Sama halnya dengan sang ibu yang tidak
pernah tahu kapan si tukang gambar akan mampir lagi ke rumahnya.
Luka pada kulitmu dapat sembuh dengan mudah menggunakan salep, namun luka hati membutuhkan tangis yang cukup agar bisa mulai menyembuhkan dirinya sendiri (hlm 36)
Pada akhirnya Duksam datang menemui Ehwa di malam hari.
Maksud kedatangan Duksam adalah untuk melamar Ehwa. Tadinya Duksam ingin
menemui ibu Ehwa pada siang hari, tetapi karena perjalanan, membuatnya tiba
pada malam hari. Dan oh, betapa berani dan so
sweet-nya Duksam.
Duksam: “Sebenarnya, aku bermaksud datang untuk menemui Anda pada siang hari.”
Ibu Ehwa: “Bagaimana mungkin kau dapat mencuri sesuatu di siang hari?” (hlm 206)
Ah, saya paling suka percakapan ini. Jadi sedikit pelajaran,
datanglah malam-malam jika ingin mencuri anak gadis dari ibunya. Hahaa.
Dan, Ehwa pun menikah. Sebagaimana (mungkin) ibu-ibu pada
umumnya, Ibu Ehwa pun merasa bersedih hati untuk melepas anak gadisnya. Beliau
merasa terlalu cepat melepaskannya dan mestinya dia harus mengajarinya banyak
hal lebih lama lagi.
Ehwa saat menjadi pengantin |
Sebagai kanak-kanak, dia terus membuntuti langkah-langkah ibunya. Sebagai wanita dewasa, dia mengikuti langkah-langkah suaminya. Dan sekaramg sebagai seorang ibu, aku mengikuti jalan ke mana putriku telah pergi menuju rumah barunya. Begitulah kehidupan seorang perempuan, hingga hari kematiannya (hlm 270)Hanya setelah melepaskan anak mereka, orangtua akan sungguh-sungguh menjadi seorang dewasa (hlm 275)
Dan bukan hanya sampai proses perkawinan saja, dan hidup
bahagia selama-lamanya, bahkan malam pertama pun ada! Haha. Juga ada
nasihat-nasihat sedikit tentang perkawinan. Dari awal saya selalu mengatakan
bahwa buku trilogy ini bukan hanya sekadar buku cerita bergambar, tapi juga
bisa dijadikan sebagai bahan pelajaran. Pelajaran menjadi anak perempuan bahkan
menjadi ibu.
No comments:
Post a Comment