Wednesday, 30 April 2014

Warna Langit 3




The Story Of Life On The Golden Fields Vol 3
© 2003 by Kim Dong Hwa
All rights reserved
Kisah Kehidupan Di Padang Keemasan Vol 3
Alih bahasa: Rosi L. Simamora
Editor: Tanti Lesmana
Teks dan tata letak: Anna Evita Purba
PT Gramedia Pustaka Utama
Januari 2011
328 hlm; 24 cm

Ehwa, yang telah menjelma menjadi wanita muda yang penuh percaya diri, kini berada dalam situasi seperti yang dialami ibunya: menantikan kekasihnya. Ibunya mengharapkan kemablinya si tukang gambar, sementara Ehwa memandang bulan yang sama eperti yang dipandangi tunangannya. Duksam, petani yang pergi ke laut untuk mencari peruntungan agar dapat menikahi Ehwa.


Di edisi ketiga ini, Ehwa sudah semakin dewasa. Semakin bijak pula ibunya menghadapi. Saya selalu suka kata-kata penulis. Membuat tokohnya, anak dan ibu bisa sangat dekat, tanpa ibunya harus kekurangan wibawa dan tetap penuh dengan nasihat-nasihat.

Ehwa sedang merindu, dan rindu membuatnya sakit. Dia telah lama menantikan kekasihnya Duksam yang pergi melaut tapi Duksam tak pernah mengiriminya kabar. Betapa gelisahnya dia menunggu. Sama halnya dengan sang ibu yang tidak pernah tahu kapan si tukang gambar akan mampir lagi ke rumahnya.


Luka pada kulitmu dapat sembuh dengan mudah menggunakan salep, namun luka hati membutuhkan tangis yang cukup agar bisa mulai menyembuhkan dirinya sendiri (hlm 36)


Pada akhirnya Duksam datang menemui Ehwa di malam hari. Maksud kedatangan Duksam adalah untuk melamar Ehwa. Tadinya Duksam ingin menemui ibu Ehwa pada siang hari, tetapi karena perjalanan, membuatnya tiba pada malam hari. Dan oh, betapa berani dan so sweet-nya Duksam.


Duksam: “Sebenarnya, aku bermaksud datang untuk menemui Anda pada siang hari.”

Ibu Ehwa: “Bagaimana mungkin kau dapat mencuri sesuatu di siang hari?” (hlm 206)


Ah, saya paling suka percakapan ini. Jadi sedikit pelajaran, datanglah malam-malam jika ingin mencuri anak gadis dari ibunya. Hahaa.

Dan, Ehwa pun menikah. Sebagaimana (mungkin) ibu-ibu pada umumnya, Ibu Ehwa pun merasa bersedih hati untuk melepas anak gadisnya. Beliau merasa terlalu cepat melepaskannya dan mestinya dia harus mengajarinya banyak hal lebih lama lagi.

Ehwa saat menjadi pengantin
Ehwa dan Duksam


Sebagai kanak-kanak, dia terus membuntuti langkah-langkah ibunya. Sebagai wanita dewasa, dia mengikuti langkah-langkah suaminya. Dan sekaramg sebagai seorang ibu, aku mengikuti jalan ke mana putriku telah pergi menuju rumah barunya. Begitulah kehidupan seorang perempuan, hingga hari kematiannya (hlm 270)

Hanya setelah melepaskan anak mereka, orangtua akan sungguh-sungguh menjadi seorang dewasa (hlm 275)


Dan bukan hanya sampai proses perkawinan saja, dan hidup bahagia selama-lamanya, bahkan malam pertama pun ada! Haha. Juga ada nasihat-nasihat sedikit tentang perkawinan. Dari awal saya selalu mengatakan bahwa buku trilogy ini bukan hanya sekadar buku cerita bergambar, tapi juga bisa dijadikan sebagai bahan pelajaran. Pelajaran menjadi anak perempuan bahkan menjadi ibu.

No comments:

Post a Comment