Wednesday, 30 April 2014

Gadis Pakarena


Gadis Pakarena
©Khrisna Pabichara, 2010
Hak cipta dilindungi undang-undang
All rights reserved
Penyunting: Salahuddien Gz
Desain sampul dan Ilustrasi: Yudi Irawan
Penata letak: MT Nugroho
Cetakan I, Juli 2012
Penerbit: Dolphin

Buku ini berisi 14 cerita pendek yang semua isinya saya suka, hehe. Mungkin karena latarnya membuat saya berada di rumah sendiri dan saya memang suka dengan gaya menulis seperti cara Dg Marewa ini, sebutan untuk sang penulis.

1. Laduka

Kisah ini menceritakan tentang seorang ayah yang berada di rantau dan ingin kembali ke kampung saat acara sunatan anaknya. Betapa acara sunatan di kampung Laduka sangatlah sakral. Untuk itu dia nekat untuk pulang meski uangnya pas-pasan. Laduka, seperti dalam bahasa Makassar yang berarti duka, dia memang hidup dengan penuh duka. Ketika dilahirkan, ibunya meninggal, itulah sebab dia dinamakan Laduka. Dukanya bertambah ketika dia remaja, dia dituduh menghamili anak orang, anak yang kemudian lahir dan yang akan didatanginya ini. Nasib, di jalan, Laduka mengalami kecelakaan dan tidak sempat menghadiri sunatan anaknya.

Yang saya ambil dari cerita ini adalah, betapa nama adalah sebua doa.

Dan benarnya, di Jeneponto, acara sunatan itu bisa lebih meriah di banding pesta lainnya. Anak yang akan disunat dikenakan baju bodo juga. Semua teman dan kerabat diundang. Undangannya juga dicetak seperti undangan orang nikahan.

2. Gadis Pakarena


Kamu telah menempuh jalan Juliet. Akankah juga kutempuh jalan Romeo? (hlm 33)

Dikisahkan seorang laki-laki yang mencintai seorang perempuan keturunan Tionghoa yang pandai menari Pakarena. Seorang yang bukan asli Bugis pandai menarikannya, itulah mengapa dia jatuh hati kepada perempuan itu. Tapi apa daya, adat menentang. Seperti kisah Romeo dan Juliet. Seperti peran-peran mereka berdua di panggung pertunjukan. 

Aku lebih memilih cinta daripada tradisi yang abai meletakkan manusia pada tempat yang sesungguhnya (hlm 26)

Laki-laki itu tetap menunggu Mei, nama perempuan Tionghoa itu. Namun, memang mereka tidaklah berjodoh. Kerusuhan Bulan Mei yang menyangkut orang-orang Tionghoa menelankan semuanya.

3.Silariang

Pernahkah kamu berhasrat melakukan sesuatu tetapi kamu merasa tak berdaya sama sekali? (hlm 89)

Cerita yng sering kali terdengar dan terjadi. Terutama untuk orang-orang Bugis yang punya semboyan Siri’ na Pacce, harga diri dan malu. Permusuhan keluarga membuat kisah cinta mereka tidak direstui. Keluarga saling bermusuhan. Kedua insane yang sudah saling mencintai memilih untuk silariang, kawin lari. Tapi, perkara tidak hanya sampai disitu, keluarga yang masih memelihara dendam akan terus mencari sampai membunuh orang yang didendaminya. Seperti itulah kisah silariang ini.

Di Jeneponto, entahlah berlaku atau tidak di daerah lain di Sulawesi Selatan. Orang silariang, akan langsung dicoret dalam silsilah keluarga. Tetapi, ada namanya “datang baik” kedua orang yang ingin kembali ke rumah, diadakan lagi pesta kecil-kecilan dan seserahan. Begitulah yang pernah saya lihat.
Cerita pendek berikut ini adalah tiga cerita yang bersambung, dari tiga sudut pandang tokoh masing-masing.

4. Selasar

Lagi-lagi tentang menunggu. Yang selalu saya tanyakan adalah, masih adakah seorang laki-laki yang menunggu dengan setia, seperti di cerita-cerita?

Seperti Tutu yang rela menunggu Lebang di selasar rumah perempuan itu, kekasih hatinya yang meninggalkannya dengan laki-laki beristri dua dan beranak delapan yang bernama Rangka. Dengan cara doti, guna-guna. Rangka mengirimkan guna-guna ke Lebang.

5. Lebang dan Hatinya


Aku tak pernah berniat mengkhianatimu, Sayang. Sungguh! (hlm 123)

Lebang yang tersiksa dan hidup dalam cengkraman doti-doti Rangka. Rangka yang ternyata menggunakannya sebagai alat penghasil uang, menyuruhnya menjadi pelacur, menjual tubuhnya. Sementara dia terus mengingat Tutu, kekasihnya yang setia menunggunya di Selasar rumah.

6. Pembunuh Parakang

Jika ada banyak orang yang bertanya kepadaku apa yang paling ingin kulakukan selama hidup di dunia, jawabanku pasti selalu sama: membunuh Tutu (hlm 135)

Rangka, yang ternyata adalah musuh bebuyutan Tutu dalam hal abate, ajang kebolehan untuk bela diri. Awalnya sebagai tradisi tapi lambat laun dijadikan ajang judi. Seperti yang dilakukan Rangka. Rangka menantang Tutu berduel dan Lebang sebagai Taruhannya. Tetapi Tutu tetap yang terbaik. Maka dari itu Rangka dendam terhadapnya. Disebabkan karena Tutu adalah penyebab kematian orang tua Rangka. Orang tuanya meninggal karena suatu malam, Tutu berteriak panic bahwa dia menemukan Parakang, manusia jadi-jadian. Warga langsung memburu parakang tersebut dan akhirnya lenyap. Lenyapnya itulah sebagai tanda dia meninggal. Parakang tersebut adalah orang tua Rangka, iya Rangka adalah keturunan Parakang. Itu sebabnya dia mempunyai ilmu doti-doti.

Betapa dendamnya Rangka akan Tutu, dia menjadikan Lebang sebagai cara paling ampuh untuk membunuhnya.

Demikian.

Mungkin itu saja yang saya beberkan, takut spoiler kalau semuanya diceritakan. Ayok, beli saja bukunya. Saya hampir tidak menemukan kelemahan buku ini karena saya suka, juga tidak ada yang saya dapatkan typo, atau karena saya terlalu asik membaca?

Saya langsung tertarik ketika melihat sampul buku Gadis Pakarena ini, membuat saya rindu basecamp saya dan juga teman-teman seperjuangan saya yang tergabung di Seni Tari Unhas, hehe. Gambar perempuan dengan baju adat Sulawesi Selatan, hendak menarikan Tari Pakarena. Kalian tahu, Tari Pakarena itu tarian sakral, kamu bahkan tidak boleh tersenyum ketika menarikannya. Tidak seperti tari-tarian yang lain, dimana kamu harus tersenyum manis.

No comments:

Post a Comment