Gadis Pakarena
©Khrisna Pabichara,
2010
Hak cipta dilindungi
undang-undang
All rights reserved
Penyunting:
Salahuddien Gz
Desain sampul dan
Ilustrasi: Yudi Irawan
Penata letak: MT
Nugroho
Cetakan I, Juli 2012
Penerbit: Dolphin
Buku ini berisi 14 cerita pendek
yang semua isinya saya suka, hehe. Mungkin karena latarnya membuat saya berada
di rumah sendiri dan saya memang suka dengan gaya menulis seperti cara Dg
Marewa ini, sebutan untuk sang penulis.
1. Laduka
Kisah ini
menceritakan tentang seorang ayah yang berada di rantau dan ingin kembali ke
kampung saat acara sunatan anaknya. Betapa acara sunatan di kampung Laduka
sangatlah sakral. Untuk itu dia nekat untuk pulang meski uangnya pas-pasan.
Laduka, seperti dalam bahasa Makassar yang berarti duka, dia memang hidup
dengan penuh duka. Ketika dilahirkan, ibunya meninggal, itulah sebab dia
dinamakan Laduka. Dukanya bertambah ketika dia remaja, dia dituduh menghamili
anak orang, anak yang kemudian lahir dan yang akan didatanginya ini. Nasib, di
jalan, Laduka mengalami kecelakaan dan tidak sempat menghadiri sunatan anaknya.
Yang saya ambil
dari cerita ini adalah, betapa nama adalah sebua doa.
Dan benarnya,
di Jeneponto, acara sunatan itu bisa lebih meriah di banding pesta lainnya.
Anak yang akan disunat dikenakan baju bodo juga. Semua teman dan kerabat
diundang. Undangannya juga dicetak seperti undangan orang nikahan.
2. Gadis Pakarena
Kamu telah menempuh jalan Juliet. Akankah juga kutempuh jalan Romeo? (hlm 33)
Dikisahkan seorang
laki-laki yang mencintai seorang perempuan keturunan Tionghoa yang pandai
menari Pakarena. Seorang yang bukan asli Bugis pandai menarikannya, itulah
mengapa dia jatuh hati kepada perempuan itu. Tapi apa daya, adat menentang.
Seperti kisah Romeo dan Juliet. Seperti peran-peran mereka berdua di panggung
pertunjukan.
Aku lebih memilih cinta daripada tradisi yang abai meletakkan manusia pada tempat yang sesungguhnya (hlm 26)
Laki-laki itu
tetap menunggu Mei, nama perempuan Tionghoa itu. Namun, memang mereka tidaklah
berjodoh. Kerusuhan Bulan Mei yang menyangkut orang-orang Tionghoa menelankan
semuanya.
3.Silariang
Pernahkah kamu berhasrat melakukan sesuatu tetapi kamu merasa tak berdaya sama sekali? (hlm 89)
Cerita yng
sering kali terdengar dan terjadi. Terutama untuk orang-orang Bugis yang punya
semboyan Siri’ na Pacce, harga diri
dan malu. Permusuhan keluarga membuat kisah cinta mereka tidak direstui.
Keluarga saling bermusuhan. Kedua insane yang sudah saling mencintai memilih
untuk silariang, kawin lari. Tapi, perkara tidak hanya sampai disitu, keluarga
yang masih memelihara dendam akan terus mencari sampai membunuh orang yang
didendaminya. Seperti itulah kisah silariang ini.
Di Jeneponto,
entahlah berlaku atau tidak di daerah lain di Sulawesi Selatan. Orang
silariang, akan langsung dicoret dalam silsilah keluarga. Tetapi, ada namanya
“datang baik” kedua orang yang ingin kembali ke rumah, diadakan lagi pesta
kecil-kecilan dan seserahan. Begitulah yang pernah saya lihat.
Cerita pendek berikut ini adalah
tiga cerita yang bersambung, dari tiga sudut pandang tokoh masing-masing.
4. Selasar
Lagi-lagi
tentang menunggu. Yang selalu saya tanyakan adalah, masih adakah seorang
laki-laki yang menunggu dengan setia, seperti di cerita-cerita?
Seperti Tutu
yang rela menunggu Lebang di selasar rumah perempuan itu, kekasih hatinya yang
meninggalkannya dengan laki-laki beristri dua dan beranak delapan yang bernama
Rangka. Dengan cara doti, guna-guna.
Rangka mengirimkan guna-guna ke Lebang.
5. Lebang dan Hatinya
Aku tak pernah berniat mengkhianatimu, Sayang. Sungguh! (hlm 123)
Lebang yang
tersiksa dan hidup dalam cengkraman doti-doti
Rangka. Rangka yang ternyata menggunakannya sebagai alat penghasil uang,
menyuruhnya menjadi pelacur, menjual tubuhnya. Sementara dia terus mengingat
Tutu, kekasihnya yang setia menunggunya di Selasar rumah.
6. Pembunuh Parakang
Jika ada banyak orang yang bertanya kepadaku apa yang paling ingin kulakukan selama hidup di dunia, jawabanku pasti selalu sama: membunuh Tutu (hlm 135)
Rangka, yang
ternyata adalah musuh bebuyutan Tutu dalam hal abate, ajang kebolehan untuk bela diri. Awalnya sebagai tradisi
tapi lambat laun dijadikan ajang judi. Seperti yang dilakukan Rangka. Rangka
menantang Tutu berduel dan Lebang sebagai Taruhannya. Tetapi Tutu tetap yang
terbaik. Maka dari itu Rangka dendam terhadapnya. Disebabkan karena Tutu adalah
penyebab kematian orang tua Rangka. Orang tuanya meninggal karena suatu malam,
Tutu berteriak panic bahwa dia menemukan Parakang,
manusia jadi-jadian. Warga langsung memburu parakang tersebut dan akhirnya
lenyap. Lenyapnya itulah sebagai tanda dia meninggal. Parakang tersebut adalah
orang tua Rangka, iya Rangka adalah keturunan Parakang. Itu sebabnya dia
mempunyai ilmu doti-doti.
Betapa
dendamnya Rangka akan Tutu, dia menjadikan Lebang sebagai cara paling ampuh
untuk membunuhnya.
Demikian.
Mungkin itu saja yang saya
beberkan, takut spoiler kalau
semuanya diceritakan. Ayok, beli saja bukunya. Saya hampir tidak menemukan
kelemahan buku ini karena saya suka, juga tidak ada yang saya dapatkan typo, atau karena saya terlalu asik
membaca?
Saya langsung tertarik ketika
melihat sampul buku Gadis Pakarena ini, membuat saya rindu basecamp saya dan juga teman-teman seperjuangan saya yang tergabung
di Seni Tari Unhas, hehe. Gambar perempuan dengan baju adat Sulawesi Selatan,
hendak menarikan Tari Pakarena. Kalian
tahu, Tari Pakarena itu tarian sakral, kamu bahkan tidak boleh tersenyum ketika
menarikannya. Tidak seperti tari-tarian yang lain, dimana kamu harus tersenyum
manis.
No comments:
Post a Comment