Tik tok tik tok tok tik tok tik
tok.
Jarum jam terus berjalan.
Saya tidak bisa menemukan sapaan
yang pas untukmu wahai pecinta tomat buah. Bukan lagi kupu-kupu yang
memberontak diperutku ketika mengetik surat ini, tetapi kembang api.
Januari kemarin, saya dan
teman-teman Klub Buku Makassar mengadakan ulang tahun dan mengundangmu, tapi
kamu sakit. Padahal, saya ingin memamerkan sesuatu. Saya membaca cerita
pendekmu atau lebih tepatnya suratmu kepada Kukila di hadapan teman-teman Klub
Buku Makassar dan beberapa teman dari komunitas lain. Meski, saya adalah sebenar-benarnya
pembaca cerita yang buruk. Seusai membaca cerita, salah satu teman yang baru
saya kenal hari itu tiba-tiba meminta saya untuk membaca dan mengomentari
cerpen yang dibuatnya. Kamu tahu kak, dia membuatkan cerpen puisimu yang
tentang orang bisu dan tuli. Cerpennya manis sekali.
Ini surat saya kepadamu yang
kedua. Kamu masih ingat? Saya si pecemburu Kukila. Bukan, bukan karena kamu
tidak memilihku menjadi kekasihmu, saya hanya cemburu dengan caramu
mencintainya. Saya ingin dicintai sedemikian rupa, walau bukan dari kamu sih,
hehe.
Ibumu apa kabar, kak? Salam buat
beliau, sosok ibu yang mengajarkan bahwa pelajaran yang paling baik itu adalah
setia. Saya ingin menjadi ibu yang setidaknya setianya seperti beliau.
Kamu suka menulis surat, seperti
itulah yang saya ketahui. Maka, sudihlah kiranya kamu membalas suratku ini.
Boleh kamu beri judul Kepada Si Pecemburu Kukila. Oh iya, saya rindu tweet-tweet kamu yang berbahasa
Indonesia, kak.
Saya sudahi dulu suratnya yah.
Tenang, saya tidak akan pernah memberimu hadiah berupa sisir, karena saya
sendiri juga tidak suka dengannya.
Salam,
Si Pecemburu Kukila
No comments:
Post a Comment