Hei!
Mungkin itu kata sapaan yang
pantas untuk kamu, perempuan yang paling kukenal. Tidak, tidak, itu sapaan bagi
sesama teman yang sudah lama tidak bersua, sedangkan kita hampir bertemu setiap
hari.
Ini kali pertama aku mengirimi
kamu surat. Aku menjulukimu perempuan yang mencintai dengan bodoh. Kenapa?
Karena setiap kali aku bertanya kepadamu apa yang menyebabkan kamu begitu cinta
kepada seseorang, jawabanmu selalu tidak tahu. Wajahmu yang memerahlah yang
menandakan benar-benar ada cinta padamu.
Pernah aku mendapatimu tiba-tiba
menangis begitu mendengar musikalisasi puisi dan lagu kebangsaan di televisi.
Dahiku berkerut, heran dan bertanya-tanya. Apa puisi dan lagu kebangsaan atau
penyanyinya itu memukulimu? Lantas, apa aku harus menuding mereka yang
membuatmu menangis, jahat? Kamu malah menjawab, tangis itu bukan melulu
disebabkan oleh kejahatan, bisa jadi karena sesuatu yang sangat baik.
Ini lebih parah. Kalau kamu
marah, kamu akan diam berpuluh juta kata. Kata-kata tiba-tiba berhibernasi,
seolah mereka pun takut. Aku saja sampai tidak diajak berbicara olehmu. Kamu
memilih menangis tanpa suara di kamar atau di kamar mandi jika amarah tidak
bisa kau bendung lagi. Apa salahnya memaki, atau pecahkan saja gelas dan bila
perlu kepala orang yang membuatmu jengkel? Mungkin kamu takut tua,yah?
Aku ingin mencubit pahamu yang
kenyal keras-keras, ketika kamu hanya mematung di samping seseorang yang
mengantarmu pulang. Kamu biarkan keheningan menguasai kebersamaan kalian. Kamu
ini sangat mendalami peranmu sebagai introvert, sampai kadang-kadang tidak
pandai berbasa-basi. Aku hanya bisa gigit jari melihatmu. Sebegitu susahnyakah
memulai percakapan?
Hah, hampir saja lupa. Kamu
selalu membeli, membeli dan membeli buku dan sengaja lupa membeli baju baru dan
alat makeup. Katamu lagi, kamu sudah
cantik dengan banyak buku dan membaca, padahal cowok melihat dari penampilan
terlebih dahulu. Sudah, beli saja makeup dan baju baru dulu, beli buku nanti
saja!
Aku selalu berdoa, semoga kamu
bisa menemukan sosok yang mengimbangi sikap dan sifatmu, hehe. Tenang saja, aku
akan membantumu merubah sikap dan sifat yang memang pantas diubah tanpa
mengurangi jati dirimu. Bukankah sebaik-baiknya orang adalah dia yang menjadi
dirinya sendiri? Tapi, dia juga harus menjadi baik bagi orang lain.
Ah sudahlah, terlalu banyak
ocehanku. Nanti kamu malah merajuk. Kita sama-sama belajar, yah.
Salam cinta,
Alter ego mu!
No comments:
Post a Comment