“NAIYYA
ENREKANG TANA RIGALLA, LIPU RIONGKO TANA RIABBUSUNGI”
”NAIYYA TANAH
MAKKA TANAH MAPACCING MASSENREMPULU”
”NAIYYA TANAH
ENREKANG TANAH SALAMA”
Selamat ulang tahun yang ke 54, Kabupaten Enrekang. Salamaki’
Hidup dirantau membuat siapa saja akan rindu kampung
halamannya, tidak terkecuali saya. Teman-teman saya malah ada yang mengaku
tidak punya kampung halaman, kasian sekali. Mungkin dia tidak pernah merasakan
sebenar-benarnya pulang.
Ini pikiran konyol saya yang entah sudah keberapa
tentang kamu, yang sama sekali tidak punya Alfamart,
Indomaret atau sejenisnya. Saya ingin
kamu, Enrekang tetap Enrekang yang saya kenal, tidak perlu ada gedung
tinggi-tinggi, jalanannya tidak usah dirubah jadi lurus, bukankah itu caramu
agar kau tetap dirindukan? Bukan berarti saya tidak ingin kamu maju tapi, maju
bukan berarti harus merusak lingkungan bukan? Kita harus maju dengan
mengutamakan ciri khas kita, missal sayur mayur dan tumbuhan yang banyak, udara
dingin, gunung-gunung batu yang beraneka bentuk, jalanan yang membuat siapa
saja bisa pusing dibanding memikirkan utang, itu semua tidak dimiliki oleh yang
lain.
Beberapa minggu yang lalu, saya ke Bone bone, salah
satu desa terbaikmu. Saat saya melewati jalan kesana, rasanya saya ingin
menangis, terharu. Saya ingin lingkungannya seperti ini terus, asri dan sejuk.
Jangan sekali-kali mengubah peraturan tentang bebas rokok itu. Dimana lagi
nanti orang-orang berhak mendapatkan udara segar?
Kemarin didalam sebuah mobil, seorang ibu bertanya
saya orang darimana dan saya menjawab dari Enrekang. Tapi perkataan ibu itu
selanjutnya agak menyentil saya, katanya cara bicara saya sudah tidak
menampakkan bahwa saya bukan orang Enrekang. Apa saya sudah melupakan dialek
saya? Tidak, tentu tidak, saya hanya menyesuaikan keadaan dan mengikuti gaya
orang-orang sekitar. Tapi, saya tidak pernah melupakan dialek bahkan kampung
saya sendiri. Terbukti kalau bertemu satu kampung, kami menyempatkan untuk
terus berbahasa daerah. Betapa puasnya mengeluarkan rindu dalam bentuk
berbahasa daerah.
Salama’
mangulang tanggala kampongku Enrekang. Tattai
kita lako lalang ateku, manna buda kampung pura kuinjai.*
Semoga semakin bertambahnya umur, semakin baik pula
system pemerintahannya, semakin baik dan ramah pulalah penduduknya. Jangan
pernah ada pertikaian antara kita, nai la
tolongki ke Tania sakampongta, tattaki pacegei atitta**
Surat ini agak panjang, siapapun nanti yang
membacakan untukkmu semoga bersabar, hehe. Ini hari ulang tahun, selayaknya
kita bergembira.
Saya baru saja tahu, ternyata didalam lambangmu,
Kabupaten Enrekang terdapat dan
tersiratlah angka-angka keramat bagi kita bangsa Indonesia yaitu :
1. Gambar Biji Padi sebanyak 28
2. Gambar Daun Kopi sebanyak 11
3. Gambar Biji Kopi sebanyak 45
4. Jumlah Gambar sebanyak 8
Kesimpulan : 28 – 11 = 17 jadi 17 – 8 – 45
Wah, saya tidak pernah berpikiran seperti itu.
Sungguhlah keren siapapun yang membuatnya. Yang membuat saya bertambah bangga
berkampung kamu, Enrekang yaitu kesukuannya. Orang-orang selalu bingung kita
ini sukunya apa kalu bukan Bugis? Jawabannya adalah Masenrempulu, bahasa kita
tidak sama dengan orang-orang Bugis. Disebut Masenrempulu yang artinya
meminggir gunung atau menyusur gunung, sedang sebutan Enrekang dari Endeg yang artinya naik dari atau panjat dan dari
sinilah asal mulanya sebutan Endekan dan dikenal dengan nama Enrekang versi
Bugis.
Saya mungkin tidak dapat memberikan apapun untu kamu.
Tapi saat ini, member sedikit informasi saya harap ada nilainya, serta selalu
bangga dan tidak pernah melupakanmu atau bahkan tidak pernah malu berbahasa
daerah.
Sekali lagi selamat ulang tahun, jangan pernah
berubah secara bersar-besaran dan selalulah menjadi tempat yang selalu
dirindukan untuk pulang.
Yang selalu rindu pulang,
Dhani Ramadhani
NB:
* Selamat mengulang tahun kampung saya, Enrekang.
Walaupun telah banyak kampung yang saya datangi, kamu tetap dihati saya.
** Siapa yang akan menolong kita kalau bukan sesama
kita.
No comments:
Post a Comment