Wednesday, 19 February 2014

Salama' Mangulang Tanggala



“NAIYYA ENREKANG TANA RIGALLA, LIPU RIONGKO TANA RIABBUSUNGI”
”NAIYYA TANAH MAKKA TANAH MAPACCING MASSENREMPULU”
”NAIYYA TANAH ENREKANG TANAH SALAMA”

Selamat ulang tahun yang ke 54, Kabupaten Enrekang. Salamaki’

Hidup dirantau membuat siapa saja akan rindu kampung halamannya, tidak terkecuali saya. Teman-teman saya malah ada yang mengaku tidak punya kampung halaman, kasian sekali. Mungkin dia tidak pernah merasakan sebenar-benarnya pulang.

Ini pikiran konyol saya yang entah sudah keberapa tentang kamu, yang sama sekali tidak punya Alfamart, Indomaret atau sejenisnya. Saya ingin kamu, Enrekang tetap Enrekang yang saya kenal, tidak perlu ada gedung tinggi-tinggi, jalanannya tidak usah dirubah jadi lurus, bukankah itu caramu agar kau tetap dirindukan? Bukan berarti saya tidak ingin kamu maju tapi, maju bukan berarti harus merusak lingkungan bukan? Kita harus maju dengan mengutamakan ciri khas kita, missal sayur mayur dan tumbuhan yang banyak, udara dingin, gunung-gunung batu yang beraneka bentuk, jalanan yang membuat siapa saja bisa pusing dibanding memikirkan utang, itu semua tidak dimiliki oleh yang lain.

Beberapa minggu yang lalu, saya ke Bone bone, salah satu desa terbaikmu. Saat saya melewati jalan kesana, rasanya saya ingin menangis, terharu. Saya ingin lingkungannya seperti ini terus, asri dan sejuk. Jangan sekali-kali mengubah peraturan tentang bebas rokok itu. Dimana lagi nanti orang-orang berhak mendapatkan udara segar?

Kemarin didalam sebuah mobil, seorang ibu bertanya saya orang darimana dan saya menjawab dari Enrekang. Tapi perkataan ibu itu selanjutnya agak menyentil saya, katanya cara bicara saya sudah tidak menampakkan bahwa saya bukan orang Enrekang. Apa saya sudah melupakan dialek saya? Tidak, tentu tidak, saya hanya menyesuaikan keadaan dan mengikuti gaya orang-orang sekitar. Tapi, saya tidak pernah melupakan dialek bahkan kampung saya sendiri. Terbukti kalau bertemu satu kampung, kami menyempatkan untuk terus berbahasa daerah. Betapa puasnya mengeluarkan rindu dalam bentuk berbahasa daerah.

Salama’ mangulang tanggala kampongku Enrekang. Tattai kita lako lalang ateku, manna buda kampung pura kuinjai.*

Semoga semakin bertambahnya umur, semakin baik pula system pemerintahannya, semakin baik dan ramah pulalah penduduknya. Jangan pernah ada pertikaian antara kita, nai la tolongki ke Tania sakampongta, tattaki pacegei atitta**

Surat ini agak panjang, siapapun nanti yang membacakan untukkmu semoga bersabar, hehe. Ini hari ulang tahun, selayaknya kita bergembira.

Saya baru saja tahu, ternyata didalam lambangmu, Kabupaten Enrekang  terdapat dan tersiratlah angka-angka keramat bagi kita bangsa Indonesia yaitu :

1. Gambar Biji Padi sebanyak 28
2. Gambar Daun Kopi sebanyak 11
3. Gambar Biji Kopi sebanyak 45
4. Jumlah Gambar sebanyak 8

Kesimpulan : 28 – 11 = 17 jadi 17 – 8 – 45

Wah, saya tidak pernah berpikiran seperti itu. Sungguhlah keren siapapun yang membuatnya. Yang membuat saya bertambah bangga berkampung kamu, Enrekang yaitu kesukuannya. Orang-orang selalu bingung kita ini sukunya apa kalu bukan Bugis? Jawabannya adalah Masenrempulu, bahasa kita tidak sama dengan orang-orang Bugis. Disebut Masenrempulu yang artinya meminggir gunung atau menyusur gunung, sedang sebutan Enrekang dari Endeg  yang artinya naik dari atau panjat dan dari sinilah asal mulanya sebutan Endekan dan dikenal dengan nama Enrekang versi Bugis.

Saya mungkin tidak dapat memberikan apapun untu kamu. Tapi saat ini, member sedikit informasi saya harap ada nilainya, serta selalu bangga dan tidak pernah melupakanmu atau bahkan tidak pernah malu berbahasa daerah.

Sekali lagi selamat ulang tahun, jangan pernah berubah secara bersar-besaran dan selalulah menjadi tempat yang selalu dirindukan untuk pulang.


Yang selalu rindu pulang,


Dhani Ramadhani



NB:
* Selamat mengulang tahun kampung saya, Enrekang. Walaupun telah banyak kampung yang saya datangi, kamu tetap dihati saya.
** Siapa yang akan menolong kita kalau bukan sesama kita.

No comments:

Post a Comment