Tintenherz
By Cornelia Funke
© Cecilia Dressler Verlag GmbH & Co.
KG, Hamburg 2003
All rights reserved
Inkheart
Alih bahasa: Dinyah Latuconsina
Editor: Dini Pandia
Sampul oleh Marcel A.W
PT Gramedia Pustaka Utama
Jakarta, Januari 2009
Cetakan keempat: September 2009
536 hlm; 23 cm
Menurutmu bagaimana perasaanmu
mendapati dirimu sendiri disaat membaca cerita, tokoh-tokoh di dalamnya bisa
keluar ke kehidupan nyata? Awalnya mungkin kamu akan merasa senang, tapi
lama-kelamaan kau akan dihantui rasa bersalah. Seperti itulah yang terjadi
kepada Mo, ayah Meggie. Meggie tidak pernah tahu kenapa ayahnya tidak pernah
membacakan cerita untuknya, seperti yang dilakukan orang tua pada umumnya
kepada anaknya ketika menjelang tidur. Pad akhirnya Meggie mengetahui segalanya
ketikaStaubfinger datang merusak hidup dia dan Ayahnya yang diketahuinya
baik-baik saja. Ayahnya mampu mengidupkan tokoh-tokoh maupun benda yang
terdapat di buku cerita ke kehidupan nyata hanya dengan membaca cerita
tersebut. Tapi sebagai gantinya aka nada tokoh-tokoh di kehidupan nyata yang
menggantikan tokoh yang keluar dari cerita. Salah satu korban adalah ibunya
sendiri. Tokoh-tokoh yang dikeluarkan Mo meminta tuntutan untuk dikembalikan ke
dunianya, dan disitulah bencana bertubi-tubi datang, lebih runyam lagi
ketikaakhirnya Meggie menyadari bakat ayahnya menurun kepadanya.
Percayalah, buku itu jadi seperti kertas antilalat, menarik segalanya ke dekatnya. Tidak ada tempat yang bisa mengikat ingatan sebaik halaman-halaman yang dicetak. (hlm 23)
Bagi pecinta buku, buku ini pasti
sungguh menyenangkan buatnya karena objek utama dari cerita ini adalah buku.
Saya bisa merasakan bagaimana sakit hatinya si Elinor ketika mendapati
anak-anaknya, sebutan untuk buku-buku tercintanya hangus terbakar. Oh, tidak ada
kekesalan melebihi itu. Diam-diam saya juga ingin punya keahlian seperti Mo,
walau itu sungguh konyol, haha.
Pertanyaan selanjutnya adalah,
bagaimana perasaanmu ketika mendapati tokoh rekaanmu benar-benar hidup dan
sesuai dengan ekspektasimu? Mungkin awalnya kamu juga akan berdecak kagum, kamu
seolah benar-benar menjadi Tuhan yang berhasil menciptakan sesuatu yang
sempurna. Tapi, apakah tokohmu itu akan benar-benar menaruh hormat kepadamu
seperti keinginanmu? Seperti itulah yang dialami oleh Fenoglio sang penulis,
pada akhirnya dia membenci tokoh-tokoh jahat ciptaannya.
Menurut saya, dari segi lain buku
ini memberikan kita pelajaran mengenai makna kehidupan kita dan pencipta kita.
Hampir tidak ada cela untuk buku
ini, karena saya begitu menikmati dalam membacanya. Setelah membaca ini, saya
kan merawat sebaik-baiknya buku saya.
Buku-buku tak pernah meninggalkan kita, sekalipun,bahkan meski kita memperlakukannya dengan buruk. (hlm 430)
Ahhh perpustakaan Elinor itu tetep jadi salah satu tempat yang kepingin banget aku kunjungin... suka sama serial ini, jadi kepingin baca ulang deh :)
ReplyDelete